Selasa, 06 Desember 2011

Sebagai bekal untuk Sobat-sobat Pejalan Cahaya di belahan dunia manapun berada kini, yg selalu setia mendampingi diri, bersama dalam menapaki tangga ruhani, lahir dan batin. Semoga Allah SWT Senantiasa Memperkuat lingkaran cahayaNya dalam diri kita & ukhuwah bashariah kita, aamin ...
Risalah Al Ghautsiyyah adalah sebentuk dialog batiniah antara Allah SWT dan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, yang diterima melalui ilham qalbi dan penyingkapan ruhani [kasyf ma’nawi].

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah, Sang Penghapus Duka. Shalawat atas manusia terbaik, Muhammad. Berkatalah sang penolong agung, yang terasing dari selain Allah dan amat intim dengan Allah.

Allah SWT Berkata : “Wahai penolong agung!”
Aku menjawab : “Aku mendengar panggilan-Mu, Wahai Tuhannya si penolong.”

Dia Berkata : “Setiap tahapan antara alam Naasut dan alam Malakut adalah syariat; setiap tahapan antara alam Malakut dan Jabarut adalah tarekat; dan setiap tahapan antara alam Jabarut dan alam Lahut adalah hakikat.” 1
Lalu Dia berkata kepadaku : “Wahai penolong agung ! Aku tidak pernah mewujudkan Diri-Ku dalam sesuatu sebagaimana perwujudanKu dalam diri manusia.”

Lalu aku bertanya : “Wahai Tuhanku, apakah Engkau memiliki tempat ?”, Maka Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Akulah Pencipta tempat, dan Aku tidak memiliki tempat.”

Lalu aku bertanya : “Wahai Tuhanku, apakah Engkau makan dan minum ?”, Maka Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, makanan dan minuman kaum fakir adalah makanan dan minuman-Ku.”2

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, dari apa Engkau ciptakan malaikat ?”. Dia Berkata kepadaku : “Aku Ciptakan malaikat dari cahaya manusia, dan Aku Ciptakan manusia dari cahaya-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Jadikan manusia sebagai kendaraan-Ku, dan Aku jadikan seluruh isi alam sebagai kendaraan baginya.”3

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, betapa indahnya Aku sebagai Pencari ! Betapa indahnya manusia sebagai yang dicari ! Betapa indahnya manusia sebagai pengendara, dan betapa indahnya alam sebagai kendaraan baginya.”4

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah Rahasianya. Jika manusia menyadari kedudukannya di sisi-Ku, maka ia akan berucap pada setiap hembusan nafasnya, ‘milik siapakah kekuasaan pada hari ini ?’.”5

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tidaklah manusia makan sesuatu, atau minum sesuatu, dan tidaklah ia berdiri atau duduk, berbicara atau diam, tidak pula ia melakukan suatu perbuatan, menuju sesuatu atau menjauhi sesuatu, kecuali Aku Ada [Berperan] di situ, Bersemayam dalam dirinya dan Menggerakkannya.”6

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tubuh manusia, jiwanya, hatinya, ruhnya, pendengarannya, penglihatannya, tangannya, kakinya, dan lidahnya, semua itu Aku Persembahkan kepadanya oleh Diri-Ku, untuk Diri-Ku. Dia tak lain adalah Aku, dan Aku Bukanlah selain dia.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, jika engkau melihat seseorang terbakai oleh api kefakiran dan hancur karena banyaknya kebutuhan, maka dekatilah ia, karena tidak ada penghalang antara Diri-Ku dan dirinya.”7

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, janganlah engkau makan sesuatu atau minum sesuatu dan janganlah engkau tidur, kecuali dengan kehadiran hati yang sadar dan mata yang awas.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, barangsiapa terhalang dari perjalanan-Ku di dalam batin, maka ia akan diuji dengan perjalanan lahir, dan ia tidak akan semakin dekat dari-Ku melainkan justru semakin menjauh dalam perjalanan batin.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, kemanunggalan ruhani merupakan keadaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Siapa yang percaya dengannya sebelum mengalaminya sendiri, maka ia telah kafir. Dan barang siapa menginginkan ibadah setelah mencapai keadaan wushul, maka ia telah menyekutukan Allah SWT.”8

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, barangsiapa memperoleh kebahagiaan azali, maka selamat atasnya, dia tidak akan terhina selamanya. Dan barang siapa memperoleh kesengsaraan azali, maka celaka baginya, dia tidak akan diterima sama sekali setelah itu.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Jadikan kefakiran dan kebutuhan sebagai kendaraan manusia. Barangsiapa menaikinya, maka ia telah sampai di tempatnya sebelum menyeberangi gurun dan lembah.”9

Lalu Dia Berkatak kepadaku : “Wahai penolong agung, bila manusia mengetahui apa yang terjadi setelah kematian, tentu ia tidak menginginkan hidup di dunia ini. Dan ia akan berkata di setiap saat dan kesempatan, ‘Tuhan, matikan aku !’.”10

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, semua makhluk pada hari kiamat akan dihadapkan kepadaKu dalam keadaan tuli, bisu dan buta, lalu merasa rugi dan menangis. Demikian pula di dalam kubur.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, cinta merupakan tirai yang membatasi antara sang pencinta dan yang dicintai. Bila sang pencinta telah padam dari cintanya, berarti ia telah sampai kepada Sang Kekasih.”11

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Melihat Ruh-ruh menunggu di dalam jasad-jasad mereka setelah ucapanNya, ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu ?’ sampai hari kiamat.”

Lalu sang penolong berkata : “Aku melihat Tuhan Yang Maha Agung dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, barangsiapa bertanya kepadaKu tentang melihat setelah mengetahui, berrti ia terhalang dari pengetahuan tentang melihat. Barangsiapa mengira bahwa melihat tidak sama dengan mengetahui, maka berarti ia telah terperdaya oleh melihat Allah SWT.’”12

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, orang fakir dalam pandangan-Ku bukanlah orang yang tidak memiliki apa-apa, melainkan orang fakir adalah ia yang memegang kendali atas segala sesuatu. Bila ia berkata kepada sesuatu, ‘jadilah !’ maka terjadilah ia.”13

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Tak ada persahabatan dan kenikmatan di dalam surga setelah kemunculan-Ku di sana, dan tak ada kesendirian dan kebakaran di dalam neraka setelah sapaan-Ku kepada para penghuninya.”14

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Yang Paling Mulia di antara semua yang mulia, dan Aku Yang Paling Penyayang di antara semua penyayang.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tidurlah di sisi-Ku tidak seperti tidurnya orang-orang awam, maka engkau akan melihatKu.” Terhadap hal ini aku bertanya : “Wahai Tuhanku, bagaimana aku tidur disisi-Mu ?”. Dia Berkata : “Dengan menjauhkan jasmani dari kesenangan, menjauhkan nafsu dari syahwat, menjauhkan hati dari pikiran dan perasaan buruk, dan menjauhkan ruh dari pandangan yang melalaikan, lalu meleburkan dzatmu di dalam Dzat.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, katakan kepada sahabatmu dan pencintamu, siapa di antara kalian yang menginginkan kedekatan dengan-Ku, maka hendaklah ia memilih kefakiran, lalu kefakiran dari kefakiran. Bila kefakiran itu telah sempurna, maka tak ada lagi apapun selain Aku.”15

Lalu Dia Berkata : “Wahai penolong agung, berbahagialah jika engkau mengasihi makhluk-makhluk-Ku, dan beruntunglah jika engkau memaaafkan makhluk-makhluk-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, katakan kepada pencintamu dan sahabatmu, ambillah manfaat dari do’a kaum fakir, karena mereka bersama-Ku dan Aku Bersama mereka.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Bersama segala sesuatu, Tempat Tinggalnya, Pengawasnya, dan kepada-Ku tempat kembalinya.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, jangan peduli pada surga dan apa yang ada di sana, maka engkau akan melihat Aku tanpa perantara. Dan jangan peduli pada neraka serta apa yang ada di sana, maka engkau akan melihat Aku tanpa perantara.”16

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, para penghuni surga disibukkan oleh surga, dan para penghuni neraka disibukkan oleh-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, sebagian penghuni surga berlindung dari kenikmatan, sebagaimana penghuni neraka berlindung dari jilatan api.”17

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, barangsiapa disibukkan dengan selain Aku, maka temannya adalah sabuk [tanda kekafiran] pada hari kiamat.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, orang-orang yang dekat mencari pertolongan dari kedekatan, sebagaimana orang-orang yang jauh mencari pertolongan dari kejauhan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, sesungguhnya Aku Memiliki hamba-hamba yang bukan nabi maupun rasul, yang kedudukan mereka tidak diketahui oleh siapapun dari penghuni dunia maupun penghuni akhirat, dari penghuni surga ataupun neraka, tidak juga malaikat Malik ataupun Ridwan, dan Aku Tidak Menjadikan mereka untuk surga maupun untuk neraka, tidak untuk pahala ataupun siksa, tidak untuk bidadari, istana maupun pelayan-pelayan mudanya. Maka beruntunglah orang yang mempercayai mereka meski belum mengenal mereka.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, engkau adalah salah satu dari mereka. Dan di antara tanda-tanda mereka di dunia adalah tubuh-tubuh mereka terbakar karena sedikitnya makan dan minum; nafsu mereka telah hangus dari syahwat, hati mereka telah hangus dari pikiran dan perasaan buruk, ruh-ruh mereka juga telah hangus dari pandangan yang melalaikan. Mereka adalah pemilik keabadian yang terbakar oleh cahaya perjumpaan [dengan Tuhan].”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila seseorang yang haus datang kepadamu di hari yang amat panas, sedangkan engkau memiliki air dingin dan engkau sedang tidak membutuhkan air, jika engkau menahan air itu baginya, maka engkau adalah orang yang paling kikir. Bagaimana Aku Menolak mereka dari rahmat-Ku padahal Aku Telah Menetapkan atas Diri-Ku, bahwa Aku Paling Pengasih di antara yang mengasihi.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tak seorang pun dari ahli maksiat yang jauh dari-Ku, dan tak seorangpun dari ahli ketaatan yang dekat dari-Ku.”18

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila seseorang dekat kepada-Ku, maka ia adalah dari kalangan maksiat, karena ia merasa memiliki kekurangan dan penyesalan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, merasa memiliki kekurangan merupakan sumber cahaya, dan mengagumi cahaya diri sendiri merupakan sumber kegelapan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, ahli maksiat akan tertutupi oleh kemaksiatannya, dan ahli taat akan tertutupi oleh ketaatannya. Dan Aku Memiliki hamba-hamba selain mereka, yang tidak ditimpa kesedihan maksiat dan keresahan ketaatan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, sampaikan kabar gembira kepada para pendosa tentang adanya keutamaan dan kemurahan, dan sampaikan berita kepada para pengagum diri sendiri tentang adanya keadilan dan pembalasan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, ahli ketaatan selalu mengingat kenikmatan, dan ahli maksiat selalu mengingat Yang Maha Pengasih.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Dekat dengan pelaku maksiat setelah ia berhenti dari kemaksiatannya, dan Aku Jauh dari orang yang taat setelah ia berhenti dari ketaatannya.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Menciptakan orang awam namun mereka tidak mampu memandang cahaya kebesaran-Ku, maka Aku Meletakkan tirai kegelapan di antara Diri-Ku dan mereka. Dan Aku Menciptakan orang-orang khusus namun mereka tidak mampu mendekati-Ku dan mereka sebagai tirai penghalang.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, katakan kepada para sahabatmu, siapa di antara mereka yang ingin sampai kepada-Ku, maka ia harus keluar dari segala sesuatu selain Aku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, keluarlah dari batas dunia, maka engkau akan sampai ke akhirat. Dan keluarlah dari batas akhirat, maka engkau akan sampai kepada-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, keluarlah engkau dari raga dan jiwamu, lalu keluarlah dari hati dan ruhmu, lalu keluarlah dari hukum dan perintah, maka engkau akan sampai kepada-Ku.”

Maka aku bertanya : “Wahai Tuhanku, shalat sepert apa yang paling dekat dengan-Mu ?.” Dia Berkata : “Shalat yang di dalamnya tiada apapun kecuali Aku, dan orang yang melakukannya lenyap dari shalatnya dan tenggelam karenanya.”19

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, puasa seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Berkata : “Puasa yang di dalamnya tiada apa pun selain Aku, dan orang yang melakukannya lenyap darinya."

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, amal apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Berkata : “Amal yang di dalamnya tiada apa pun selain Aku, baik itu [harapan] surga ataupun [ketakutan] neraka, dan pelakunya lenyap darinya."

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, tangisan seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Berkata : “Tangisan orang-orang yang tertawa." Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, tertawa seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Berkata : “Tertawanya orang-orang yang menangis karena bertobat.” Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, tobat seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Menjawab : “Tobatnya orang-orang yang suci.” Lalu aku bertanya : “Wahai Tuhanku, kesucian seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Menjawab : “Kesucian orang-orang yang bertobat.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, pencari ilmu di mata-Ku tidak mempunyai jalan kecuali setelah ia mengakui kebodohannya, karena jika ia tidak melepaskan ilmu yang ada padanya, ia akan menjadi setan.”20

Berkatalah sang penolong agung : “Aku bertemu Tuhanku SWT dan aku bertanya kepada-Nya, ‘Wahai Tuhan, apa makna kerinduan [‘isyq] ?’, Dia Menjawab : ‘Wahai penolong agung, [artinya] engkau mesti merindukan-Ku dan mengosongkan hatimu dari selain Aku.’” Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, jika engkau mengerti bentuk kerinduan maka engkau harus lenyap dari kerinduan, karena ia merupakan penghalang antara si perindu dan yang dirindukan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila engkau berniat melakukan tobat, maka pertama kali engkau harus bertobat dari nafsu, lalu mengeluarkan pikiran dan perasaan buruk dari hati dengan mengusir kegelisahan dosa, maka engkau akan sampai kepada-Ku. Dan hendaknya engkau bersabar, karena bila tidak bersabar berarti engkau hanya bermain-main belaka.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila engkau ingin memasuki wilayah-Ku, maka hendaknya engkau tidak berpaling kepada alam mulk, alam malakut, maupun alam jabarut. Karena alam mulk adalah setannya orang berilmu, dan malakut adalah setannya ahli makrifat, dan jabarut adalah setannya orang yang sadar. Siapa yang puas dengan salah satu dari ketiganya, maka ia akan terusir dari sisi-Ku.”

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, perjuangan spiritual [mujahadah] adalah salah satu lautan di samudera penyaksian [musyahadah] dan tela dipilih oleh orang-orang yang sadar. Barangsiapa hendak masuk ke samudera musyahadah, maka ia harus memilih mujahadah, karena mujahadah merupakan benih dari musyahadah dan musyahadah tanpa mujahadah adalah mustahil. Barangsiapa telah memilih mujahadah, maka ia akan mengalami musyahadah, dikehendaki atau tidak dikehendaki.”21

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, para pencari jalan spiritual tidak dapat berjalan tanpa mujahadah, sebagaimana mereka tak dapat melakukannya tanpa Aku.”

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, sesungguhnya hamba yang paling Ku Cintai adalah hamba yang mempunyai ayah dan anak tetapi hatinya kosong dari keduanya. Jika ayahnya meninggal, ia tidak sedih karenanya, dan jika anaknya pun meninggal, ia pun tidak gundah karenanya. Jika seorang hamba telah mencapai tingkat seperti ini, maka di sisi-Ku tanpa ayah dan tanpa anak, dan tak ada bandingan baginya.”22

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, siapa yang tidak merasakan lenyapnya seorang ayah karena kecintaan kepada-Ku dan lenyapnya seorang anak karena kecintaan kepada-Ku, maka ia tak akan merasakan lezatnya Kesendirian dan Ketunggalan.”

Dia juga Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila engkau ingin memandang-Ku di setiap tempat, maka engkau harus memilih hati resah yang kosong dari selain Aku.” Lalu aku bertanya : “Tuhanku, apa ilmunya ilmu itu ?.” Dia Menjawab : “Ilmunya ilmu adalah ketidaktahuan akan ilmu.”

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, berbahagialah seorang hamba yang hatinya condong kepada mujahadah, dan celakalah bagi hamba yang hatinya condong kepada syahwat.”

Lalu aku bertanya kepada Tuhanku SWT tentang mi’raj. Dia Berkata : “Mi’raj adalah naik meninggalkan segala sesuatu kecuali Aku, dan kesempurnaan mi’raj adalah pandangan tidak berpaling dan tidak pula melampauinya [ QS 53 : 17].” Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tidak ada shalat bagi orang yang tidak melakukan mi’raj kepada-Ku.”23

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, orang yang kehilangan shalatnya adalah orang yang tidak mi’raj kepada-Ku.”


Keterangan :
1. Alam Naasut adalah alam manusia, di dalamnya yang tampak adalah urusan-urusan kemanusiaan yang lembut dan bersifat ruhaniah. Alam Malakut adalah alam dimana para malaikat berkiprah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah SWT. Alam Jabarut adalah alam gaib tempat urusan-urusan ilahiah yang menunjukkan hakikat daya paksa, kekerasan, kecepatan tindak pembalasan, dan ketidakbutuhan kepada segala sesuatu. Alam Lahut adalah alam gaib yang di dalamnya hanya tampak urusan-urusan ilahiah murni.

2. Yang dimaksud fakir disini bukanlah orang yang membutuhkan harta benda, melainkan orang yang merasa butuh kepada Allah SWT.

3. Kendaraan di sini berarti sarana untuk menyampaikan seseorang kepada tujuan. Untuk tujuan tertentu, Allah SWT memanfaatkan manusia sebagai saranaNya, sementara manusia memanfaatkan alam sebagai sarana untuk mencapai tujuannya.

4. Allah SWT sebagai pencari sarana, memilih manusia – makhluk yang paling mulia – sebagai kendaraanNya. Betapa Agungnya Dia dan betapa terhormatnya manusia yang telah dipilihNya. Dan merupakan keagungan pula bagi alam karena telah dijadikan oleh manusia sebagai kendaraan yang membawanya kepada tujuannya.

5. Jika manusia mengetahui secara hakiki betapa tinggi kedudukannya dan betapa dekat ia dengan Allah SWT, maka ia akan merasa bahwa suatu saat nanti – karena kedekatan itu – Allah akan memberikan kekuasaanNya kepadanya. Karena itulah ia akan senantiasa menanti, kapan saat penyerahan itu tiba, dengan kalimat : “Milik siapakah kekuasaan pada hari ini ?.”

6. Allah SWT selalu berperan dalam setiap gerak dan diamnya manusia.

7. Orang yang telah menyadari kefakiran dan kebutuhannya di hadapan Allah SWT, berarti ia telah memahami posisi dirinya terhadap Tuhannya. Sehingga tiada lagi penghalang antara dirinya dan Allah SWT.

8. Penyatuan ruhani antara makhluk dan Khaliq tidak akan dapat diungkapkan dengan kata-kata. Jika seseorang belum mengalaminya sendiri, maka ia akan cenderung mengingkarinya. Dan orang yang mengaku telah mengalaminya padahal belum, maka ia telah kafir. Orang yang telah mencapai keadaan ini, tiada yang ia inginkan selain perjumpaan dengan Allah. Jika ia menginginkan hal lain, meski itu berupa ibadah sekalipun, dalam maqam ini, ia dianggap telah menyekutukan Allah dengan keinginannya yang lain.

9. Kefakiran dan kebutuhan merupakan sarana yang membawa manusia kepada kesadaran akan jati dirinya dan kebesaran Allah SWT. Orang yang telah sampai pada kesadaran semacam ini berarti telah sampai pada posisinya yang tepat tanpa harus menempuh perjalanan yang berliku-liku.

10. Kematian merupakan saat disingkapkannya hakikat segala sesuatu, dan perjumpaan dengan Tuhan adalah saat yang paling dinantikan oleh orang yang merindukanNya.

11. Cinta tiada lain kecuali keinginan sang pencinta untuk berjumpa dan bersatu dengan yang dicintai. Bila keduanya telah bertemu, maka cinta itu sendiri akan lenyap, dan keberadaan cinta itu justru akan menjadi penghalang antara keduanya.

12. Yang dimaksud mengetahui adalah melihat dengan mata hati. Jadi, di sini melihat sama dengan mengetahui.

13. Fakir dalam pandangan Allah SWT bukanlah orang yang tidak memiliki harta benda, melainkan orang yang merasa butuh kepada Allah SWT, dan tidak memiliki perhatian kepada apapun selain Allah SWT. Orang seperti ini, kehendaknya sama dengan kehendak Allah SWT, sehingga apa yang ia inginkan untuk terwujud akan terwujud.

14. Keinginan dan kenikmatan terbesar manusia di alam akhirat itu hanyalah perjumpaan dengan Allah SWT. Maka kenikmatan di dalam surga dan kesengsaraan di dalam neraka tidak akan terasa jika dihadapkan pada kenikmatan perjumpaan dengan Allah SWT, meski itu hanya dalam bentuk sapaan belaka.

15. Kefakiran adalah suatu keadaan butuh. Jika seseorang tidak membutuhkan apa pun selain Allah, maka kefakirannya telah sempurna. Baginya, Yang Wujud hanyalah Allah SWT, tak ada selainNya.

16. Ini seperti ungkapan Rabi’ah Al Andawiyah : “Aku menyembah Allah bukan karena mengharap surga atau takut akan neraka, melainkan karena Dia memang layak untuk disembah dan karena aku mencintai-Nya.”

17. Penghuni surga berlindung dari kenikmatan agar mereka tidak terlena sehingga lupa akan kenikmatan yang paling besar, yakni perjumpaan dengan Allah SWT.

18. Maksudnya, walaupun seseorang termasuk ahli maksiat, Allah tetap dekat dengannya sehingga jika ia mau bertobat, Allah pasti menerimanya. Dan janganlah seorang yang taat menyombongkan diri atas ketaatannya, karena dengan begitu ia justru akan semakin jauh dari Allah. Memiliki perasaan kekurangan dan penyesalan itulah yang menyebabkan seseorang dekat kepada Allah.

19. Lenyap dari shalat bermakna bahwa niat dan perhatian si pelaku shalat hanya tertuju kepada Allah SWT. Fokusnya bukan lagi penampilan fisik maupun gerakan-gerakan, melainkan kepada makna batiniah shalat itu.
20. Ilmu yang sesungguhnya adalah yang ada di sisi Allah SWT, sementara ilmu yang kita miliki hanyalah semu dan palsu. Selama manusia tidak melepas kepalsuan itu, ia tidak akan menemukan ilmu sejati. Ilmu sejati tidak akan berlawanan dengan perbuatan. Setan adalah contoh pemilik ilmu yang perbuatannya berlawanan dengan ilmu yang dimilikinya.

21. Mujahadah adalah perjuangan spiritual dengan cara menekan keinginan-keinginan jasmani, nafsu, dan jiwa, agar tunduk di bawah kendali ruh kita. Musyahadah adalah penyaksian akan kebesaran dan keagungan Allah SWT melalui tanda-tanda keagungan-Nya di alam ini.

22. Kecintaan seseorang kepada anak atau orang tua semestinya tidak melebihi kecintaannya kepada Allah SWT. Ia harus menyadari bahwa orang tua maupun anak adalah anugerah Allah SWT yang bersifat sementara, dan cepat atau lambat ia akan berpisah dengan mereka. Maka seharusnya perpisahan itu tidak membuatnya gundah dan gelisah mengingat hal itu terjadi karena kehendak Allah SWT [ QS 80 : 34-37]

23. Dalam sebuah hadist, Nabi SAW berkata : “Shalat adalah mi’raj kaum mukmin.” Mi’raj berarti naiknya ruh menghadap Allah SWT meski jasad kita tetap berada di alam ini. Jika shalat seseorang belum membawanya kepada keadaan seperti ini, berarti ia belum melakukan shalat dengan sempurna

Syeh Saman al-Madani

Gauts Zaman al-Waly Qutbil Akwan Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani keturunan Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali dengan Sayyidah Fatimah az-Zahra binti Sayyidina Rasulullah Saw.

lahir kan pada tahun 1132 H, di madinaturrasul
Beliau adalah ulama besar dan wali agung berdarah AHLUL BAIT NABI beraqidah ahlussunnah wal jamaah dengan Asy’ari dalam bidang teologi atau aqidah, dan Syafii mazhab fiqih furu’ ibadatnya, dan Junaid al-Baghdadi dalam tasawufnya.

Beliau r.a tinggal di Madinah menempati rumah yang pernah ditinggali Khalifah pertama, yakni Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a (seorang Shiddiq yang paling agung yang tiada bandingnya, kecuali para Anbiya wal mursalin).

Guru mursyid Beliau adalah Sayyidina Syekh Mustafa Bakri, seorang wali agung dari Syiria, dari pihak ayah keturunan Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a dari pihak ibu keturunan Syayidina Husin Sibthi Rasulullah Saw.

Pangkat kewalian beliau adalah seorang Pamungkas para wali, yakni Gauts Zaman, dan wali Qutb Akwan, yakni kewalian yg hanya bisa dicapai oleh para sadah yang dalam tiap periode 200 tahun sekali. Dan beliau adalah Khalifah Rasulullah pada zamannya.

Beliau banyak memiliki karomah yang tidak bisa dihitung banyaknya, bahkan sampai saat inipun karamah itu terus ada.

Karamah agung beliau adalah pangkat kewaliannya yang begitu agung. Beliau mendapat haq memberi syafaat 70.000 umat manusia masuk syurga tanpa hisab.

Al-Hasani memang mastur, tapi diantara yang sedikit itu saat muncul ke permukaan sangat masyhur (sangat terkenal). Beberapa figur ternama yang memiliki fam Al-Hasani adalah Sulthanul Awlia (Pemimpin Para Wali) Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Syekh Saman Al-Madani (pendiri Tarekat Sammaniyah), Abul Hasan Asy-Syadzili (Sufi besar asal Maroko), Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliky dan putranya Al Imam As Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliky al Hasani.

Wali Allah tidak terhitung jumlahnya

WALI ALLAH TIDAK TERHITUNG SETIAP ZAMAN

diposting said syukri alatas


Sayyid Muhyiddin r.a. berkata, "Kami telah menyebutkan wali-wali yang yang jumlahnya terbatas di setiap zamannya. Sekarang kami akan menyebutkan wali-wali yang jumlahnya tak terhitung di setiap zamannya, jumlah mereka bisa bertambah dan berkurang."

1. Mulamatiyyah r.a., ada yang menyebutnya Malamiyyah. Mereka
adalah raja dan pemimpin ahli tariqah. Pemimpin mereka adalah
Nabi Muhammad Saw. Mereka adalah orang-orang bijak yang menempatkan dan menghukumi segala sesuatu sesuai tempatnya, serta menyatakan dan menghilangkan sebab-sebab sesuai dengan tempatnya. Mereka tidak pernah meninggalkan apa yang telah diatur Allah atas makhluk-Nya untuk mengikuti apa yang telah mereka atur sendiri. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk mengejar akhirat, atau meninggalkan akhirat untuk mendapatkan dunia. Mereka melihat sesuatu dengan kacamata Allah dan tidak mencampur-adukkan hakikat. Kemampuan dan kekuatan para Mulamatiyyah hanya diketahui oleh pemimpin mereka yang menyaring dan menempatkan mereka pada maaam tertentu. Jumlah mereka tidak tentu, bisa bertambah dan berkurang.

2. Fuaara' r.a. Jumlahnya tidak terbatas, bisa bertambah dan berkurang. Allah berfirman sebagai penghormatan terhadap segala maujud dan sebagai bukti ada-Nya, Hai sekalian manusia, kamulah yang membutuhkan (al-Fuqara') Allah (QS Fathir [35]: 15). Abu Yazid pernah berkata, "Wahai Tuhanku, dengan apa aku mendekatimu?" Allah menjawab, "Dengan sesuatu yang tidak kuinginkan dan kubutuhkan." Allah berfirman, Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS Al-Dzariyat [51]: 56).

3. Shufiyah r.a. Jumlahnya tidak terbatas, bisa bertambah dan berkurang. Mereka adalah orang-orang yang mempunyai akhlak mulia, sehingga dikatakan, "Barangsiapa akhlaknya bertambah baik, maka bertambah pula kesufiannya." Maqam mereka berada dalam satu hati. Mereka tidak pernah mengatakan tiga kalimat, "ini untukku", "ini punyaku," dan "ini hartaku." Artinya, mereka tidak mengatakan bahwa mereka memiliki sesuatu, Mereka tidak mempunyai apa-apa karena semuanya milik Allah. Bagi mereka, apa yang mereka miliki sama saja dengan sesuatu selain Allah Swt, disertai pengakuan bahwa makhluk tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak mencari maqam ini. Tingkatan ini adalah tingkatan ketika hal-hal luar biasa muncul dari diri mereka karena usaha yang mereka lakukan, untuk membuktikan kebenaran agama dalam keadaan darurat. Kami telah menyaksikan kelompok semacam ini. Mereka mampu melakukan hal-hal luar biasa sebagai kebiasaan dan bukan hal luar biasa bagi mereka, seperti berjalan di atas air dan udara sebagaimana kita dan makhluk melata lainnya berjalan di atas tanah.

4. 'Ubbad r.a., orang-orang yang senantiasa melakukan ibadah-ibadah wajib. Allah memuji mereka dalam firman-Nya, Hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah (QS Al-Anbiya' [21]: 73). Mereka tidak melakukan ibadah-ibadah yang tidak wajib. Sebagian mereka berkelana ke gunung, padang rumput, pantai, dan jurang, karenanya mereka disebut para pengembara. Sebagian lagi tidak pernah meninggalkan rumah, selalu shalat berjamaah, dan sibuk dengan diri sendiri. Sebagian mereka menggunakan perantara (sebab-sebab sekunder) untuk mengenal Allah dan sebagian lagi tidak menggunakannya. Mereka adalah orang-orang yang saleh baik lahir maupun batin, menjauhi sifat dengki, iri hati, serakah, rakus, dan sifat-sifat tercela lainnya. Mereka mengarahkan sifat-sifat yang mulia untuk tujuan-tujuan yang terpuji. Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang ma'rifat, rahasia-rahasia, dan alam malakut, serta tidak memahami ayat Allah ketika dibacakan. Jika pahala, kiamat dan kengeriannya, neraka, dan surga diperlihatkan kepada mereka, mereka meneteskan air mata. Sifat mereka dinyatakan dalam firman Allah, Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap (QS Al-Sajdah [32]: 16); Kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dan suara lirih (QS Al-An'am [6]: 63); Orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan (QS Al-Furqan [25]: 63); Apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui saja dengan menjaga kehormatannya (QS Al-Furqan [25]: 72); Orang-orang yang mengisi malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (QS Al-Furqan [25]: 64); Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, tetapi di tengah-tengah antara keduanya (QS Al-Furqan [25]: 67). Mereka jarang tidur dan selalu berpuasa untuk berlomba-lomba menuju kesuksesan. Mereka tidak pernah melakukan kebatilan dan kemaksiatan sedikit pun, tetapi selalu menjunjung tinggi kebenaran dengan penuh penghormatan dan pengagungan.
Abu Muslim al-Khaulani termasuk tokoh 'Ubbad ini. Ia selalu terjaga di waktu malam untuk beribadah. Jika rasa lelah menyerangnya, ia memukul kedua kakinya dengan tongkat dan berkata kepada
kedua kakinya itu, "Kalian lebih berhak dipukul daripada binatang ternakku. Sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw. telah memperoleh kebahagiaan karena mengikuti Nabi. Demi Allah aku akan menyaingi mereka sehingga mereka tahu bahwa jejak mereka telah diikuti oleh para penggantinya." Muhyiddin Ibnu 'Arabi berkata, "Saya pernah bertemu dengan sebagian besar dari mereka dan menuliskan kisah tentang mereka dalam kitab saya. Banyak kitab telah menulis tentang mereka dengan panjang lebar."

5. Zuhhad r.a., orang-orang yang meninggalkan keduniaan. Di kalangan mazhab kami, ada perbedaan pendapat tentang orang yang tidak memiliki dunia sedikit pun padahal ia mampu mencari dan mengumpulkannya, tetapi ia tidak melakukannya dan tidak berusaha, apakah orang ini termasuk zahid atau bukan? Sebagian berpendapat bahwa ia termasuk zahid, dan sebagian lagi tidak menganggapnya zahid karena tidak berusaha, sehingga apabila ia nanti mendapatkan sedikit dunia, maka ia tidak termasuk zahid. Salah satu pemimpin mereka adalah Ibrahim bin Adham dan kisah tentangnya sudah terkenal.
Sayyid Muhyiddin berkata, "Salah seorang paman saya yang bernama Yahya bin Yafan termasuk golongan mereka, dan ia pernah menjadi penguasa kota Tilimsan. Pada masa pemerintahannya, ada seorang penjual buah yang ahli ibadah asal Tunisia yang terkenal dengan sebutan 'Abdullah al-Tunisi seorang ahli ibadah pada zamannya. Di luar kota Tilimsan, 'Abdullah juga dikenal sebagai 'Ubbad (ahli ibadah). 'Abdullah telah memutuskan tinggal di masjid untuk beribadah kepada Allah. Makamnya terkenal sebagai tempat ziarah. Ketika orang saleh ini ('Abdullah) berjalan-jalan di kota Tilimsan, ia berjumpa dengan Yahya bin Yafan, penguasa kota tersebut, diiringi ajudan dan pelayannya. Yahya bin Yafan diberitahu bahwa orang yang dijumpainya adalah 'Abdullah al-Tunisi seorang ahli ibadah pada zamannya. Maka Yahya bin Yafan memegang cambuk kudanya dan mengucapkan salam kepada Syaikh itu. Syaikh menjawab salamnya. Pada waktu itu, Yahya memakai pakaian kebesaran, lalu ia bertanya kepada Syaikh, 'Wahai Syaikh, apakah pakaian yang saya pakai ini bisa untuk shalat?' Syaikh itu tertawa. Lalu Yahya bertanya, 'Mengapa engkau tertawa?' Syaikh itu menjawab, 'Karena kerendahan akalmu dan ketidaktahuanmu terhadap diri sendiri dan keadaanmu. Di mataku, kamu bagaikan anjing yang berguling-guling di atas darah kering kemudian memakannya dan mengotorinya. Apabila ia akan
kencing, ia mengangkat kakinya agar tidak kecipratan air kencing. Dan kamu bagaikan wadah yang penuh barang haram, kamu menanyakan tentang pakaian dan hamba-hamba yang telah engkau zalimi?' Tiba-tiba Yahya bin Yafan menangis dan turun dari kudanya, lalu meninggalkan kerajaannya dan menjadi pembantu Syaikh itu. Setelah Syaikh mengajari Yahya selama tiga hari, ia mendatanginya dengan membawa tali, lalu berkata kepadanya, 'Wahai sang penguasa, waktu bertamumu telah habis, berdiri dan carilah kayu bakar.' Lalu Yahya mencari kayu bakar dan membawanya ke pasar dengan menyungginya di atas kepala sehingga orang-orang yang melihatnya menangis. Kemudian Yahya menjual kayu bakar itu, mengambil keuntungannya, dan menyedekahkan sisanya. Yahya terus melakukan pekerjaan itu sampai wafat dan dimakamkan. Makamnya sekarang sering diziarahi. Apabila Syaikh 'Abdullah didatangi orang-orang yang meminta doa kepadanya, Syaikh 'Abdullah berkata, 'Mintalah doa kepada Yahya bin Yafan, seorang penguasa yang zuhud. Seandainya aku diuji dengan dianugerahi kerajaan seperti Yahya, sungguh aku tidak mungkin bisa menjadi orang yang zuhud.'"

6. Para wali yang tinggal di air (Rijalul Ma'). Mereka adalah golongan yang menyembah Allah di dasar laut dan sungai. Tidak ada seorang pun yang mengetahui mereka. Abu al-Badri, seorang yang jujur, dapat dipercaya, mengetahui apa yang diceritakannya, hafid, dan dhabith terhadap apa yang ia kutip, meriwayatkan bahwa Abu Su'ud bin Syibli, seorang pemimpin pada zamannya, berkata, "Ketika aku berada di tepi sungai Tigris di Baghdad, tiba-tiba terbersit dalam pikiranku apakah ada hamba Allah yang menyembah-Nya di dalam air? Belum sempat aku memikirkannya, tiba-tiba sungai Tigris terbelah dan muncullah seorang laki-laki dengan mengucapkan salam kepadaku dan berkata, 'Ada, wahai Abu Su'ud. Allah mempunyai hamba-hamba yang menyembah-Nya di air. Aku adalah salah satunya. Aku berasal dari Tikrit. Aku meninggalkan Tikrit karena suatu hari nanti akan terjadi sesuatu di sana.' Laki-laki itu menceritakan kejadian yang akan muncul di Tikrit itu, lalu tiba-tiba ia menghilang. Setelah lima belas hari berlalu, terjadilah kejadian seperti yang telah diramalkan oleh laki-laki itu. Ia telah memberitahuku kejadian yang akan terjadi."

7. Orang-orang yang sendirian (Afrad). Jumlahnya tidak bisa dihitung. Mereka adalah orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan ketentuan syara'. Salah seorang dari mereka adalah Muhammad al-Awani yang dikenal dengan sebutan Ibnu Qaid Adanah, salah seorang pegawai di Baghdad dan sahabat 'Abdul Qadir al-Jili. 'Abdul Qadir al-Jili berkata tentang Ibnu Qaid, "Ia adalah orang yang mulia dan 'Abdul Qadir al-Hakim menganggapnya termasuk golongan Afrad, yaitu orang-orang yang keluar ke daerah kutub dan tinggal di sana. Mereka adalah orang-orang yang setara dengan malaikat yang terus-menerus mengagungkan Allah dan selalu berusaha menghadirkan-Nya dalam hati. Mereka tidak mengenal apa-apa selain Allah dan tidak bereaksi kecuali apa yang mereka ketahui tentang-Nya. Mereka juga tidak mempunyai pengetahuan tentang hakikat mereka sendiri. Maqam mereka berada di antara orang-orang yang jujur dan para nabi pembawa syariat. Maqam tersebut tidak diketahui oleh kebanyakan ahli tariqat padahal termasuk maqam yang tinggi."

8. Umana', orang-orang yang terpercaya. Nabi bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki orang-orang yang terpercaya." Nabi juga pernah berkata tentang Abu 'Ubaidah bin Jarah, "Dia adalah orang yang terpercaya dari umat ini, semoga Allah meridhainya." Mereka berasal dari kalangan Mulamatiyyah dan tidak ada yang berasal dari kelompok lainnya. Umana' adalah para mulamatiyyah yang mulia dan khusus. Mereka tidak bisa dikenali karena tidak menampak-kan hal-hal yang luar biasa. Mereka hanya menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Apabila kiamat tiba, maka tampaklah maaam mereka di tengah-tengah makhluk lainnya. Di dunia, mereka tidak dikenal. Nabi Saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki umana' (orang-orang yang terpercaya)," dan kami tidak menyebutkan siapa orang-orang yang terpercaya itu. Ketika Nabi Musa mengikuti perjalanan Nabi Khidir, Allah menyuruh Nabi Khidir untuk tidak memberitahu Musa terlebih dahulu tentang makna hal-hal aneh yang dilakukannya meskipun Musa bertanya terus, dan Nabi Khidir menurutinya karena ia termasuk umana', sampai tiba saatnya Khidir memberitahukan maknanya kepada Musa. Jumlah umana' bertambah dalam setiap tabaqat, karenanya mereka tidak mengenal satu sama lain. Mereka tampak seperti mukmin yang awam. Hanya mereka yang seperti ini, tidak wali lainnya.

9. Qurra' r.a (para pembaca). Mereka adalah Ahlullah (kaum Allah) dan hamba-Nya yang khusus. Jumlah mereka tidak terhitung. Nabi Saw. pernah bersabda, "Ahli Al-Qur'an adalah Ahlullah dan hamba-
Nya yang khusus." Ahli Al-Qur'an adalah orang-orang yang menjaga Al-Qur'an dengan menghafal dan mengamalkannya. Abu Yazid al-Busthami termasuk salah satu dari mereka. Barangsiapa berakhlak dengan akhlak Al-Qur'an, berarti ia termasuk ahli Al-Qur'an. Barang-siapa yang ahli Al-Qur*an, maka ia juga termasuk Ahlullah, karena Al-Qur'an adalah kalam Allah. Sahl bin 'Abdullah al-Tustari memperoleh maqam ini padahal ia baru berumur enam tahun.

10. Ahbab r.a. (orang-orang yang dicintai dan mencintai Allah). Jumlahnya tidak terhitung, bisa bertambah dan berkurang. Allah berfirman, Kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya (QS Al-Maidah [5]: 54). Karena mereka mencintai Allah, maka Dia mengujinya, dan karena mereka mencintai Allah, maka Dia menyaring dan memilih mereka. Kelompok ini terbagi menjadi dua. Pertama, kelompok yang sejak semula sudah dicintai oleh Allah. Kedua, kelompok yang menaati Rasulullah Saw. sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, kemudian ketaatan mereka menyebabkan mereka dicintai Allah. Allah berfirman, Barangsiapa menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah (QS Al-Nisa' [4]: 80). Dan dalam firman-Nya yang lain, Allah berkata kepada Nabi Muhammad Saw., Katakanlah: "Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu" (QS Ah 'Imran [3]: 31). Allah mencintai mereka karena ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan mencintainya sejak awal tanpa usaha yang mereka lakukan (kelompok kedua), meskipun kedua kelompok tersebut sama-sama dicintai oleh Allah. Maaam mereka diketahui oleh sesamanya, karena tampak jelas siapa yang mulia dan yang dimuliakan. Tanda mereka adalah hati yang bersih tanpa noda sedikit pun. Mereka teguh beribadah kepada Allah dan selaras dengan alam karena alam juga bergerak sesuai dengan aturan syara', yang baik dan yang jelek. Mereka berhubungan dengan Allah sesuai dengan adab. Mereka membantu dan membenci karena Allah. Allah berkata kepada orang yang dianggap mempunyai maqam ini, "Hai, hamba-Ku, apa yang telah kau lakukan untuk-Ku?" Hamba itu menjawab, "Wahai Tuhanku, aku shalat dan menyembah-Mu dengan sungguh-sungguh serta melakukan ini dan itu." Ia menyebutkan perbuatan-perbuatan baik. Lalu Allah berkata, "Perbuatan itu untukmu." Mereka bertanya kepada Allah, "Wahai Tuhanku, apa maksud
ucapan-Mu?" Allah menjawab, "Apakah kamu menolong wali-Ku karena Aku dan memerangi musuh-Ku karena aku." Inilah perhatian Allah kepada orang-orang yang dicintai-Nya. Allah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka berita-berita Muhammad, karena rasa kasih sayang (QS Al-Mumtahanah [60]: 1); Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara mereka, atau keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan (QS Al-Mujadalah [58]: 22). Mereka adalah orang-orang yang teguh pendirian. Hadis Rasulullah yang sahih juga menyatakan, "Aku harus mencintai orang-orang yang saling mencintai karena aku, saling bergaul karena aku, orang-orang yang saling mencurahkan perhatian karena aku, dan orang-orang yang saling berkunjung karena aku."

11. Muhaddats (para wali yang diajak bicara oleh Allah atau malaikat). 'Umar r.a. termasuk salah seorang dari mereka. Sayyid Muhyiddin berkata, "Yang termasuk golongan mereka pada zaman kita adalah Abu 'Abbas al-Khasysyab dan Abu Zakaria al-Bihai di Ma'arrah tetangga 'Umar bin Abdul 'Aziz di Dir Baqarah." Golongan ini terbagi menjadi dua. Pertama, golongan yang diajak bicara oleh Allah melalui hijab, seperti dinyatakan dalam firman-Nya, Dan tidak ada seorang manusia pun yang Allah berkata-kata dengannya kecuali melalui wahyu atau dari belakang hijab (QS Al-Syura' [42]: 51). Golongan ini tabaqahnya banyak. Kedua, golongan yang diajak bicara oleh para malaikat melalui hati dan kadang telinga mereka. Mereka ditetapkan semuanya sebagai orang yang dapat diajak bicara oleh para malaikat karena mereka telah melakukan riyadhah dan mujahadah. Jika jiwa bersih dari noda, maka ia akan mencapai alam yang cocok dengan alam malaikat sehingga bisa mengetahui ilmu malakut dan rahasia-rahasia yang diketahui oleh ruh-ruh yang mulia. Kemudian terukirlah dalam jiwa itu semua makna yang ada dalam alam, sehingga ia dapat mengetahui hal-hal gaib. Meskipun para malaikat hanya mempunyai satu tugas, tetapi setiap malaikat mempunyai maqam
tersendiri Mereka mempunyai beberapa tingkatan. Jibril adalah malaikat yang paling tinggi tingkatannya, tetapi tingkatan dan kedudukan Mikail lebih tinggi daripada Jibril. Israfil lebih tinggi daripada Mikail. Jibril lebih tinggi daripada Izrail. Wali yang mempunyai hati seperti Israfil, mampu memberi pertolongan kepadanya, dan kedudukannya lebih tinggi daripada orang yang memiliki hati seperti Mikail.
Setiap Muhaddas diajak bicara oleh ruh yang sesuai dengannya. Banyak Muhaddas yang tidak mengetahui siapa yang berbicara dengannya. Hal itu menunjukan adanya kebersihan dan keikhlasan jiwa dan terangkatnya unsur-unsur dan rukun-rukun yang ada di dalamnya. Dia adalah jiwa yang melampaui unsur-unsur jasmaniyahnya. Sebagian kelompok merasa cukup dengan menjadi kelompok Muhaddats kedua. Akan tetapi, itu bukan syarat kebahagian iman di akhirat sebab syaratnya adalah penyucian hati. Jika Muhaddats memperoleh semua sifat ini dengan melakukan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syariat, mengikuti Nabi, dan beriman secara pasti, maka ia pantas mendapatkan berita yang membahagiakan. Apabila ketaatannya kepada Nabi disandarkan pada pembicaraan Allah kepada mereka, maka mereka termasuk dalam Muhaddats yang pertama, yang telah kami sebutkan mempunyai beberapa tingkatan.

12. Akhilla' r.a. (para kekasih). Jumlahnya tidak terbatas, bisa bertambah dan berkurang. Allah berfirman, Dan Allah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya (QS Al-Nisa' [4]: 125). Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Kalau aku ingin menjadikan seseorang sebagai kekasih (khalil), niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku, akan tetapi temanmu itu adalah kekasih Allah."

13. Sumara'. Jumlah mereka tak terbatas. Mereka adalah Muhaddats yang khusus, karena mereka hanya berbicara dengan Allah, tidak dengan para malaikat.

14. Waratsah (para ahli waris). Mereka ada tiga macam, yaitu yang menganiaya (bersikap keras pada) diri sendiri demi melakukan kebaikan, yang bersikap tengah-tengah (sedang-sedang saja) dalam melakukan kebaikan, dan yang lebih dahulu berbuat kebaikan. Allah berfirman, Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada hamba-hamba pilihan Kami. Di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri (zhalimun linafsihi), ada yang bersikap tengah-tengah ( muqtashid ), dan ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan
(sabiqun bil khairat) dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar (QS Fathir [35]: 32). Nabi juga bersabda, "Ulama adalah pewaris para nabi."

Adapun maksud firman Allah tentang para pewaris pilihan yang menganiaya diri sendiri adalah Abu Darda' dan lain-lain yang bersikap keras (menganiaya) pada diri mereka sendiri demi melakukan kebaikan, sehingga mereka berbahagia di akhirat kelak. Hal itu dinyatakan dalam sabda Nabi Saw., "Sesungguhnya dirimu mempunyai hak dan matamu mempunyai hak." Apabila seseorang puasa terus-menerus dan selalu terjaga di waktu malam untuk beribadah, maka ia telah menganiaya diri sendiri, karena dirinya dan matanya mempunyai hak untuk tidur dan makan. Kezaliman pada diri sendiri untuk tujuan ibadah.

Oleh karena itu, firman Allah (zalim linafsihi) artinya adalah keinginan dan usaha keras, karena jiwa selalu cenderung untuk mendapatkan keringanan dan istirahat. Maka Nabi menganjurkan dua hal tersebut karena mereka adalah orang-orang lemah. Dan dalam firman-Nya (zhalimun linafsihi), Allah tidak bermaksud menunjukkan orang yang berbuat kezaliman yang dilarang syara', karena orang yang melanggar syara'tidak disebut sebagai hamba pilihan.
Adapun golongan kedua yang termasuk pewaris kitab adalah muqtashid, yaitu orang yang memberikan hak berupa kenikmatan dunia kepada dirinya agar kenikmatan itu bisa digunakan untuk mengabdi kepada Allah dengan memanfaatkan istirahat dan berbuat kebaikan. Artinya, mereka mempunyai keinginan kuat (azimah) untuk berbuat baik dan memanfaatkan kemudahan (rukhsah) yang diberikan kepadanya. Di samping giat mengisi malam dengan ibadah, seorang muqtashid juga tidur untuk istirahat. Demikian juga dengan amal-amal lainnya.
Sabiqun bil khairat adalah orang yang bersegera melakukan pekerjaan sebelum masuk waktunya, sehingga ia selalu siap. Ketika waktunya sudah masuk, ia segera melakukan kewajibannya tanpa ada yang menghalangi, seperti berwudhu sebelum masuk waktu shalat dan duduk di masjid sebelum waktu shalat. Ketika waktu shalat tiba, ia sudah dalam keadaan suci sehingga bisa segera melakukan kewajiban shalatnya. Demikian juga bagi orang yang mempunyai harta, ia akan segera mengeluarkan zakat dan menunaikannya ketika masuk satu tahun, kemudian membayar zakat kepada amil sebagai kewajibannya kepada Tuhan di awal tahun kedua. Demikianlah, ia segera melakukan semua perbuatan baik, sebagaimana Sabda Nabi kepada Bilal, "Dengan apa engkau menyusulku ke surga?" Bilal menjawab, "Setiap berhadas, aku selalu berwudhu, dan setiap selesai wudhu, aku selalu melakukan shalat dua rakaat." Rasulullah kemudian bersabda, "Engkau menyusulku ke surga dengan keduanya (wudhu dan shalat dua rakaat)." Itulah beberapa contoh sabiqun bil khairat. Dan begitulah keadaan Rasulullah Saw. di tengah kaum musyrik ketika masih muda. Waktu itu, beliau belum dibebani taklif (syariat), kemudian ia menjauhkan diri dari masyarakat menuju Tuhannya dengan melakukan tahanuts (menyepi untuk beribadah). Beliau juga segera melakukan kebaikan dan berakhlak mulia sampai Allah memberinya risalah kenabian.

Kitab-kitab yang menyebutkan tentang Khatmul Aulia antara lain adalah;

1. Futuhatul Makiah (Oleh Syekh Mahyuddin Ibnu Arabi, jilid 1-2-3)

2. ‘Anqa’u Magrib (Oleh Syekh Mahyuddin Ibnu ‘Araby, Pembahasan khusus tentang Khatmul Aulia)

3. Insanul kamil (Oleh Syekh Abdul Karim Al-Jailani pada bagian akhir kitab)

4. Khatmul Aulia (Pembahasan khusus tentang Khatmul Aulia) Oleh Syekh Muhammad Ali Al-Hakim At-Turmudzi.

Manaqib Muhamad bin Ali RA

Managib
Sayyidina Al-Ustadz Al-A’zham
Al-Faqih Al-Muqaddam
“Muhammad bin Ali RA”.

Disusun oleh As-Sayyid Muhammad Rafiq bin Luqman Al-Kaff Gathmyr


Managib ini adalah riwayat hidup“Sayyidina Syech As-Syuyukh Min Ahli As-Syari’ah Wat Thariqah Wa Imam Ahli Al-Haqiqah, Wa Farid Dahrihi Wa Ghazali Ashrihi Sayyid Al-Fariqain, Sayyid Thaiqah As-Shufiyah Wa Markaz Dairah Al-Wilayah Ar-Rabbaniyah Qudwah Al-Ulama Al-Muhaqqiqin, Taj Al-Aimmah Al-Arifin”
Guru dari segala guru Ahli Syari’ah dan Thariqah
Imam bagi para Ahli Hakekat
Ulama yang tiada bandingan bagai Imam Al-Ghazali dizamannya
Pemimpin dua golongan; Figh dan Tasawuf
Pemimpin para kaum Shufi,
Sumber ke-Walian yang berasal dari Tuhan
Panutan bagi seluruh Ulama’ Ahli Al-Haqeqat, Mahkota kepemimpinan kaum Al-‘Arifin,

beliau adalah:
Sayyidina Al-Ustadz Al-A’zham Al-Qutb Al-Ghauts Al-Karam Al-Faqih Al-Muqaddam “Abu Alwi”:
“Muhammad bin Ali Ba’alawi Ra.”
Wanafa’ana bibarkatihi fi Dunyawiyyat Wal Ukhrawiyyat Amin.

I. TEMPAT LAHIR DAN WAFATNYA SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM RA
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, dilahirkan pada tahun 574 H/1176 M di Tarim, Hadhramaut Yaman Selatan, Beliau wafat pada tahun 653 H pada usia 79 tahun, pada malam Jum’at Zulhijjah 653 H, atau malam minggu di akhir bulan Zulhijjah tahun 653 H /1255M, dan dikebumikan di “Zanbal”, penanggalan wafat beliau diikhtisarkan dengan hitungan abjad Hijaiyah pada kalimat “Abu Tarim”.
Kota kelahiran beliau; Tarim yaitu satu kota kecil di Yaman Selatan, adalah kota yang dipenuhi keberkahan dari Allah SWT, makmur dengan orang-orang sholeh, ulama dan para wali Allah. (baca: Hadhramaut dan Tarim)

II. NASAB SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM R.A

Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, dibesarkan dalam lingkungan kaum Sholihin, beliau adalah keturunan Rasul Allah SAW, dari Sayyidina Al-Husain Ra (Al-Husainy) mengenai keabsahan nasab beliau ini telah dibenarkan oleh banyak para Ahli Nasab, nasab beliau ini bukan hanya sekedar tali keturunan belaka, tapi sekaligus juga sebagai mata rantai dari Thariqah Bani Alawi, yakni nara sumber yang diterima anak dari ayah dan terus ke kakek sampai seterusnya.
Nasab Sayyidina Al-Faqih Ra adalah sebagai berikut; 1.Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin 2.Ali bin 3.Muhammad Shohib Marbath bin 4.Ali Khali’ Qasam bin 5.Alwi bin 6.Muhammad bin 7.Alwi bin 8.Ubaidillah bin 9.Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin 10.Isa bin 11.Muhammad bin 12.Ali Al-Uraidhi bin 13.Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin 14.Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin 15.Al-Imam Ali Zaenal Abidin bin 16.Al-Imam Al-Husain As-Sibti bin 17.Al-Imam Ali Karromallahu wajhah.

Tokoh-tokoh yang ada dalam rantai nasab Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, dari ayahanda dan kakek beliau dan terus sampai ke Sayyidina Al-Husain Ra, semuanya adalah para Wali Allah dan Ulama’ terbesar dizamannya dan mereka semua adalah Zurriyah Baginda Rasul Allah SAW.

III. ISTERI DAN ANAK-ANAK SAYYIDINA AL-FAQIH RA
Isteri Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra adalah seorang Syarifah yang mulia dan Sholehah sepupu beliau dari sebelah ayah yaitu; Ummul Fuqara’ Al-Hababah Zainab binti Ahmad bin Muhammad Sohib Marbath R.anha, yang juga merupakan Khalifah beliau, Al-Hababah Zainab adalah seorang “Waliyah” yang mempunyai kekeramatan yang banyak, diriwayatkan bahwa satu malam turun hujan yang sangat lebat di “Dammun”, hampir-hampir membuat banjir, para penduduk didaerah itu merasa sangat cemas karena hujan yang sedemikian derasnya bisa membuat rumah-rumah mereka menjadi roboh, (lazimnya rumah didaerah tersebut dan Jazirah Arab pada umumnya dibuat dari tanah liat dikarenakan musim hujan jarang hal ini menjadikan rumah mereka sangatlah rentan terhadap air) ,pada saat itu Al-Hababah Zainab meminta kepada para penduduk untuk tidak meninggalkan rumah mereka beliau berkata;
“Pulanglah kalian kerumah masing-masing karena aku telah mendengar suara Malaikat diawan berkata:”Qaydhun….Qaydhun”
.
Lalu para pendudukpun pulang kerumah masing-masing, taklama berselang ternyata yang tertimpa banjir adalah Wadi Qaydhun , persis seperti yang dikatakan Al-Hababah Zainab, padahal jarak Qaydhun dari Dammun ditempuh dalam tiga hari perjalanan, Al-Hababah Zainab berpulang ke Rahmat Allah hari Sabtu 12 Syawal 669H
Hanya dari Al-Hababah Zainab R.anha Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra mendapatkan anak-anak yang ternyata seiring dengan berjalannya waktu menjadi pengayom Umat dan Ulama’ terbesar, semuanya berjumlah 5 orang dan semuanya laki-laki, yaitu:

1. As-Syech ‘Alwi Al-Ghuyur
2. As-Syech Abdullah
3. As-Syech Abdurrahman
4. As-Syech ‘Ali
5. As-Syech Ahmad
Radhiallahu Anhum Ajma’in

Mereka semuanya adalah Ulama’ dan para Wali Allah yang utama penerus dan pengganti ayahanda mereka Sayyidina Al-Faqih Ra.





IV. GURU-GURU SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM R.A

Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dididik oleh para Ulama’ yang terkemuka dari berbagai prinsip Ilmu pengetahuan, seperti Figh, Lughah, Tasawuf, dan berbagai ilmu-ilmu lainnya yang beliau pelajari langsung dari para ahlinya masing-masing.
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra memperdalami ilmu Fiqh kepada:

1.As-Syech Abdullah bin Abdurrahman Ba’ubayd
As-Syech Abdullah bin Abdurrahman Ba’ubayd menghormati dan memuliakan Sayyidina Al-Faqih sekalipun beliau adalah muridnya. As-Syech Abdullah Ba’ubayd tidak akan mengajar sebelum dilihat oleh beliau Sayidina Al-Faqih telah hadir ke Majlis beliau, bilamana Sayidina Al-Faqih tidak datang beliaupun tidak akan mengajar. Perilaku beliau yang tidak lazim ini banyak ditanyakan orang, beliaupun lalu menjelaskan: ”Sesungguhnya aku menunggu izin untuk mengajar dari Allah SWT”.
Jawaban beliau ini mengisyaratkan betapa mulianya derajat Sayidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dalam pandangan beliau karena “Izin” dari Allah SWT seperti yang beliau maksud tak pelak lagi adalah “mesti hadirnya” murid beliau sendiri yaitu; Sayidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra.
Selain beliau Sayyidina Al-Faqih juga memperdalami Fiqh kepada;
2.Al-Qodhy Ahmad bin Muhammad Ba’isa
dan beliau memperdalami ilmu Ushul serta beberapa prinsip ilmu lainnya kepada:

3.Al-Imam As-SyechAli bin Ahmad bin Salim Bamarwan dan
4.Al-Imam Muhammad bin Abu Al-Hub
beliau memperdalami ilmu Tafsir dan Hadist dari:
5.Al-Imam Al-Hafidz Al-Mujtahid As-Sayyid Ali bin Ahmad Bajudaid,
dan memperdalami ilmu Tasawwuf dan Hakekat dari:
6.Al-Imam Salim bin Basri dan
7.Al-Imam Muhammad bin Ali Al-Khatib,
dan paman beliau sendiri yaitu:
8.As-Syech Al-Habib Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath,dan
9.As-Syech Sufyan Al-Yamani, dan masih banyak lagi Para Ulama’ dan Awliya’ yang telah membimbing beliau.
10.As-Syech Sa’id bin Isa Al-‘Amudy, menurut riwayat didepan beliaulah Sayyidina Al-Faqih Ra meletakkan pedang.

Semua guru beliau telah sama mengisyaratkan bahwa Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Ra telah mencapai satu maqam yang sangat luar biasa, sehingga membuat kecil maqam-maqam lainnya bila dibandingkan dengan “Maqam” yang telah Allah SWT berikan kepada beliau.
Pada masa Sayyidina Al-Faqih Ra, ilmu yang sedang berkembang pesat di Tarim Hadhramaut adalah ilmu Fiqh, jadi kebanyakan para Ulama’ disana adalah para Faqih , sedangkan ilmu Tasawwuf di Tarim dikala itu, belum berkembang pesat, kelak pada akhirnya nanti Sayyidina Al-Faqih lah sendiri yang mempelopori dan menghidupkan dan sekaligus menjadi Imam untuk pertama kalinya, bagi kaum “Mutasawwifin” di Tarim Hadhramaut, hal ini ditegaskan lagi oleh Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al-Attas;
”Beliaulah orang pertama yang menyandang gelar “Syech bagi kaum Sufi” di Hadhramaut”

V. RIWAYAT KHIRQAH SAYYIDINA AL-FAQIH RA.

Definisi Al-Khirqah menurut As-Syech Muhyiddin Ibn Al-‘Araby Ra didalam Kitabnya “Al-Futuhat”adalah:
“Perlambang dari persahabatan, Ta‘addub dan Takhalluq”
Selanjutnya Qaul Ibn Al-‘Araby ini dikomentari oleh Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al-Athas Ra:
“Sedangkan (kain) Khirqahnya sendiri (secara Majazi) terkadang memang tidak mesti dari Rasul Allah SAW secara langsung, Al-Libas itu sendiri sebenarnya adalah simbol dari Al-Libas yang Haqiqi yaitu Al-Libas At-Taqwa, telah menjadi kebiasaan dari para Wali Ash-Hab Al-Ahwal ,bilamana mereka mendapati kekurangan pada diri mereka maka merekapun akan mencari seorang guru atau Syech dari Jama’ah mereka untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan Lahiriyah maupun Bathyniyah pada diri mereka, dan bilamana segala kekurangan tersebut telah sempurna, maka merekapun diberikan “Al-Libas” sebagai simbol untuk penyempurnaan lebih lanjut, inilah Al-Libas yang dikenal dikalangan kita sebagaimana Nash Al-Manqul dari para Ulama’-ulama’ Ahli Haqeqat”

Khirqah para Wali mempunyai nilai prestise tinggi bagi masing-masing Wali yang bersangkutan, begitu pula Al-Khirqah Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra mempunyai satu nilai keistimewaan yang telah melampaui dimensi pemikiran orang-orang yang dikatakan oleh kaum Sufi sebagai “Ahli Al-Khawwash”, Khirqah yang beliau terima adalah Khirqah “Imamah Qutb Al-Kubra” yang merupakan perlambang dari “pangkat kepemimpinan tertinggi bagi para Wali dimasa itu”. Khirqah ini beliau terima dari As-Syech Al-Kabir Al-Qutb Al-Syahir “Abu Madyan” Syu’aib bin Abu Al-Husain At-Tilamisany Al-Maghriby , perlu pembaca ketahui Khirqah ini diberikan kepada Sayyidina Al-Faqih Ra bukanlah dengan kebetulan dan bukan pula karena permintaan beliau, tapi Khirqah ini diberikan kepada Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra sesuai dengan Isyarah dari Ri’ayah Ilahiyah.
Mengenai kebesaran serta keutamaan As-Syech Abu Madyan, bisa kita bayangkan sekilas, berdasarkan perkataan As-Syech Ali As-Sakran, kata beliau:
“As-Syech Abu Madyan adalah seorang “Pemimpin” para wali pada zamannya yang telah dizhohirkan oleh Allah SWT pada dirinya keajaiban-keajaiban sebagai tanda kebesaran-Nya, dan telah tersibak baginya rahasia-rahasia keghaiban dan namanya telah termasyhur di seluruh penjuru Negeri”.
Dari Tarbiyah beliau, telah banyak lahir ulama-ulama besar, nama beliau sangat termasyhur dengan ketinggian Ilmunya sehingga banyak tokoh-tokoh Tasawwuf terkemuka yang meminta pengajaran dan fatwa-fatwa beliau; beliau sangat disegani dikalangan para Ulama’ dan Masyaikh-Masyaikh dari seluruh Mazhab Thariqah.

Berkaitan mengenai Riwayat Khirqah Sayyidina Al-Faqih, diceritakan bahwa telah datang seorang Darwiys dari Syam (Syria) yang bernama Fadl menemui beliau (Sayyidina Al-Faqih Ra), Darwisy tersebut berkata kepada Sayyidina Al-Faqih:
“Tidaklah aku datang (ke Tarim) kecuali semata-mata untuk menemuimu, tetapi aku mendapati As-Syech Abdurrahman Al-Maq’ad sedang bermukim di dalam hatimu. Jika berkumpul seluruh orang dari barat dan Timur untuk mengeluarkan dia dari hatimu maka tidak akan ada yang sanggup, bilamana ia telah datang kepadamu, perhatikanlah urusannya ia hanyalah seorang Muhtasab sedangkan engkau adalah seorang wali yang telah mempunyai nisbah”.
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam bertanya:
“Apakah yang engkau maksud dengan nisbah?”
Darwisy tersebut menjawab: “Sidrah Al-Muntaha”.
Tak lama berselang setelah peristiwa datangnya Darwisy tersebut, dengan Qudrah dan Iradah Allah SWT, As-Syech Al-Kabir Al-Qutb Abu Madyan Syu’aib bin Abu Hasan At-Tilmisaniy Al-Maghriby yang pada saat itu sedang berada di Tilmisan Al-Jazair mengutus muridnya yang bernama As-Syech Abdurrahman bin Muhammad Al-Maq’ad seraya bertitah:
“Sesungguhnya kami mempunyai seorang teman di Hadhramaut (Tarim), pergilah engkau menemuinya, dan pakaikanlah Al-Khirqah kepadanya, sesungguhnya aku melihatmu akan menemu ajal di tengah perjalanan, bilamana hal tersebut akan terjadi, maka titipkanlah (Al-Khirqah) ini kepada orang yang engkau percayai”, kemudian pergilah As-Syech Abdurrahman dari Tilmasan, dengan tujuan ke Hadhramaut, ketika ia sampai di kota Mekkah ia pun mendekati Sakratul maut kemudian ia menyerahkan Khirqah tadi kepada muridnya yaitu As-Syech Abdullah As-Sholeh Al-Maghriby seraya berpesan untuk menyerahkan Al-Khirqah tersebut. Dan beliau mengisyaratkan dengan ke kasyafannya;
“Pada saat engkau masuk ke kota Tarim engkau akan mendapati As-Syech As-Syarif Muhammad bin Ali yang pada saat engkau temui nanti, dikala itu sedang belajar dengan As-Syech Ali Bamarwan, setelah engkau bertemu dengan beliau, lanjutkanlah perjalananmu ke Qoydun dan temui As-Syech Sa’id bin Isa Al-‘Amudy dan berikanlah juga sebagian Khirqah ini kepadanya”.

Tak lama kemudian As-Syech Abdurrahman Al -Maq’ad wafat , lalu pergilah As-Syech Abdullah As Sholeh Al-Maghriby ke Tarim, ketika beliau sampai, ia pun langsung menemui Sayyidina Al-Faqih Muqaddam yang sedang belajar dengan As-Syech Ali Bamarwan persis seperti yang telah dikatakan oleh As-Syech Abdurrahman Al-Maq’ad, ia pun lalu duduk bersama Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam, lalu Sayyidina Al-Faqih Muqaddam (yang telah mengetahui akan khabarnya As-Syech Abdurrahman Al-Maq’ad dari Darwisy yang kami ceritakan tadi), dengan kekasyafan kewalian, bertanya kepada As-Syech Abdullah As-Sholeh dengan bahasa Isyarah:
“Wahai saudara, permata apakah yang engkau bawa yang sedemikian cemerlangnya?”
As-Syech Abdullah As-Sholeh lalu bertanya (dengan maksud menguji):
“Apakah gerangan yang engkau maksud dengan cemerlang?”
Al-Faqih Al-Muqaddam menjawab;
“At-Tahkim Khirqah yang telah dititipkan kepadamu”
Lalu As-Syech Abdullah menceritakan perihal kedatangannya, dari awal sampai akhir lalu titipan “Khirqah” tersebut disambut dan diterima oleh Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam, dari semenjak itu dimulailah perjalanan Suluk beliau menuju Allah SWT, sibuklah Sayyidina Al-Faqih dengan Ibadah Zhahiriyah dan Batiniyah sehingga akhirnya terzhohirlah seluruh perkara-perkara yang Khafiy, dan mulailah Hal beliau sebagaimana Ahwal-nya orang-orang Khawas Al-Khawas, sebagai seorang Sufi dan Wali yang terbesar pada zamannya, beliau mulai menyibukkan diri beliau dengan ber-Taqarrub kepada Allah SWT dalam ber-Uzlah, guna menenggelamkan diri beliau dalam lautan Ma’rifah dan Asrar-Nya yang tak bertepi, dalam Ahwal ‘Asyiq Wal Ma’syuq dengan Rabb nya.


VI. SILSILAH KHIRQAH SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM RA

Silsilah Khirqah Sayyidina Al-Faqih Ra ada dua, yang pertama berasal dari nasab beliau sendiri, dimulai dari ayahanda beliau, dan yang kedua dari As-Syech Abu Madyan Syu’aib Al-Maghriby.
Silsilah yang pertama yaitu berasal dari ayahanda beliau sendiri yaitu Al-Imam Al-Habib Ali Ba’alawi silsilah tersebut adalah sebagai mana nasab Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra yang telah kami uraikan diatas.
Adapun Silsilah yang kedua yaitu berasal dari As-Syech Abu Madyan Syu’aib Al-Maghriby dengan “Al-Wasithah” dua Syech yaitu 1.As-Syech Abdullah “As-Sholih” bin Ali Al-Maghriby yang diutus oleh 2.As-Syech Abdur Rahman bin Muhammad Al-Maq’ad yang diutus oleh As-Syech Abu Madyan Syua’aib Al-Maghriby. Secara detail silsilah Khirqah Sayyidina Al-Faqih Ra adalah sebagai berikut secara berurutan :

1. As-Syech Abu Madyan Syu’aib bin Abu Al-Husain Al-Maghriby dari:
2. Al-Imam Abu Ya’za dari:
3. Al-Imam Nur Ad-Din Abu Al-Hasan Ali bin Hirzihim (ada yg meriwayatkan;Ibn Hirazim) dari:
4. Al-Imam Al-Hafizd Al-Faqih Al-Qadhy Abu Bakar bin Abdullah Al-Ma’afiry dari:
5. Al-Imam Al-Hujjah Al-Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazaly dari:
6. As-Syech Al-Islam Wal Muslimin Imam Al-Haramain Abdul Malik beliau mengambil dari ayahandanya sendiri yaitu:
7. As-Syech Muhammad bin Abdullah bin Yusuf Al-Juwainy dari:
8. As-Syech Al-Arif Billah Ta’ala Abu Thalib Al- Makky Muhammad bin Ali bin Athyyah dari:
9. Al-Imam Al-Kabir Abu Bakar Dullaf ibn Jahdar As-Syibly dari:
10. Al-Ustazd Ahli At-Thariqah Wa Imam Ahli Al-Haqiqah Abu Al-Qasim Al-Junaid bin Muhammad Al-Baghdady beliau mengambil dari “Khalnya” yaitu;
11. As-Syech As-Syahir Abu Al-Hasan As-Sirry Al-Mughallis As-Siqty (As-Saqaty) dari:
12. As-Syech Al-Arif Billah Ta’ala Abu Mahfuzd Ma’ruf bin Fairuz Al-Karakhy dari:
13. Al-Imam Abu Sulaiman Daud bin Nushair At-Tha’iy dari:
14. As-Syech Abu Muhammad Habib bin Muhammad Al-Ajamy Al-Kharasany dari:
15. Al-Imam Al-Kabir As-Syahir Abu Sa’aid Al-Hasan bin Abu Al-Hasan Al-Bashry dari:
16. Al-Imam Ahli Al-Masyariq Wal Magharib Sayyidina Ali Bin Abu Thalib Ra
Al-Imam Ali bin Abu Thalib Ra dari Sayyidina Wa Habibana Rasul Allah SAW.
Dari Al-Imam Ma’ruf Al-Karakhy ada dua arah silsilah (bercabang dua arah), yang pertama seperti diatas dan silsilah beliau yang kedua dari Ahl Al-Bayt adalah sebagai berikut:

12. As-Syech Al-Arif Billah Ta’ala Abu Mahfuzd Ma’ruf bin Fairuz Al-Karakhy
13. Al-Imam Ali Ar-Ridha Ra, dari ayahnya;
14. Al-Imam Musa Al-Kazhim Ra dari ayahnya;
15. Al-Imam Ja’far As-Shodiq Ra dari ayahnya;
16. Al-Imam Muhammad Al-Bagir Ra dari ayahnya;
17. Al-Imam Ali Zainal Abidin Ra dari ayahnya;
18. Al-Imam Al-Husain As-Sibthy Ra dari ayahnya;
19. Al-Imam Ali bin Abu Thalib Ra, selanjutnya sama seperti yang kami uraikan diatas

VII. KEUTAMAAN-KEUTAMAAN SAYYIDINA AL-FAQIH RA
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra mempunyai Thakhshish Maziyyah Wal Fadhail yaitu berbagai keistimewaan-keistimewaan khusus yang diberikan Allah Jalla Wa’ala kepada beliau selaku Khawas Al-Khawas “Maqam kewilayahan” yang diberikan Allah SWT kepada beliau telah menjadi satu fenomena yang menakjubkan dalam Analisa para Wali pada zamannya. Para kaum Al-Arifin berkata:
”Sungguh telah membuat tercengang dan kagum para pemuka kaum Sufi dan para Wali pada zamannya akan Ahwal-nya As-Syech Al-Faqih, dan mereka semua tidak bisa menafsirkannya dengan penafsiran yang sempurna dikarenakan melampaui pengetahuan mereka”
Diceritakan bahwa As-Syech Al-Kabir Ibrahim bin Yahya Bafadhal didorong oleh rasa penasaran beliau, berkeinginan menemui As-Syech Abu Al-Ghayst Ibnu Jamil untuk menanyakan keadaan (hal) tiga orang yang pada saat itu mulai dikenal dikalangan masyarakat Hadhramaut, yaitu Sayyidina Al-Faqih, As-Syech Abdullah bin Ibrahim Baqusyair dan satu orang lagi yang tidak diketahui namanya, As-Syech Ibrahim sengaja pergi menemui As-Syech Abu Al-Ghayst hanya untuk menanyakan perihal tiga orang ini, ketika beliau telah sampai di Majlis As-Syech Abu Al-Ghayst, beliau duduk dibelakang, As-Syech Ibrahim menceritakan sendiri pertemuan beliau dengan As-Syech Al-Wali Ibn Al-Jamil,cerita beliau;
”Ketika aku telah sampai akupun duduk dibelakang, dan tanpa kusadari aku bergumam didalam hati;
”Sungguh tidaklah aku datang dari Hadhramaut
kesini hanyalah semata-mata untuk menanyakan perihal tiga orang ini”
maka belumlah habis aku berkata didalam hati,As-Syech Abu Al-Ghayst telah mengetahui tujuan kedatanganku,
beliau berdiri dan berkata:
”Siapakah diantara yang hadir bernama As-Syech Ibrahim?”,
lalu akupun mendatanginya
dengan ketajaman Firasah dan Kekasyafan beliau, As-Syech Abu Al-Ghayst memberitahukan apa yang ingin Syech Ibrahim Bafadhal tanyakan;
”Wahai Syech Ibrahim sesungguhnya engkau mendatangiku untuk menanyakan perihal As-Syech Muhammad bin Ali bukan?, As-Syech Abdullah Baqusyair dan lelaki yang tidak dikenal namanya?
As-Syech Ibrahim menjawab:
”Benar”
As-Syech Abu Al-Ghayst meneruskan
“Aku akan menjelaskan kepadamu perihal mereka bertiga, yang pertama (yaitu Sayyidina Al-Faqih Ra), tidaklah golongan kami (para Sufi dan Wali) dapat mencapai derajat beliau walaupun hanya setengahnya, adapun As-Syech Abdullah bin Ibrahim Baqusyair adalah seorang yang Sholeh, adapun orang yang satunya lagi adalah orang yang kupandang tidak mempunyai kelakuan yang baik”
Diriwayatkan bahwa As-Syech Alwi anak Sayyidina Al-Faqih Ra bertamu kepada As-Syech Ahmad bin Al-Ja’ad Ra, As-Syech Ahmad berkata kepada As-Syech Alwi:
”Apakah engkau “Alwi” yang sering disebut-sebut orang itu?”
jawab As-Syech Alwi:
”Benar aku adalah Alwi dan semoga aku dilindungi oleh Allah SWT dari jahatntya pengaruh omongan orang”
As-Syech Ahmad bertanya lagi kepada As-Syech Alwi:
”Bagaimana pendapatmu tentang Maqam Ayahmu Sayyidina Al-Faqih Ra?”
dijawab oleh As-Syech Alwi:
”Aku telah mengetahui keagungan Maqam ayahku tapi sulit bagiku untuk menjabarkannya”
Dalam satu kesempatan seorang Wali yang utama pada zamannya yaitu As-Syech Sufyan Al-Yamani berkunjung ke Tarim untuk berziarah kepada Nabi Allah Hud As dan kaum Sholihin yang berada disana, sekaligus untuk bertemu dengan Sayyidna Al-Faqih, lalu bertemulah beliau dengan Sayyidina Al-Faqih, Sayyidina Al-Faqih dalam kesempatan tersebut bertanya banyak kepada As-Syech Sufyan, mengenai masalah-masalah Ma’nawiyah di dalam Suluk, As-Syech Sufyan menjawab setiap pertanyaan beliau.Dalam pertemuan ini telah menghasilkan Takdib, Tahzib, dan Taqrib serta Ziyadah dan Faidah bagi beliau, kemudian setelah itu pulanglah As-Syech Sufyan ke Yaman, dan meninggalkan kesan yang mendalam kepada Sayyidina Al-Faqih Ra, dan hati beliau masih dipenuhi oleh banyaknya pertanyaan yang belum sempat beliau utarakan, dari permasalahan Tauhid dan Haqeqat, beliaupun meneruskan pertanyaan beliau melalui koresponden (surat menyurat) kepada Syech Sufyan, yang akhirnya membuat As-Syech Sufyan kewalahan dan akhirnya beliau menjawab;
”Sungguh kami tidak mengetahui jawaban dari pertanyaanmu, karena sudah melampaui kemampuan kami”, dari jawaban As-Syech Sufyan tersebut sudah jelas diketahui bahwa memang Maqam serta Ahwal-nya Sayyidina Al-Faqih Ra diakui oleh para Wali di zaman itu sudah melampaui mereka. Surat-surat Sayyidina Al-Faqih Ra masih disimpan sampai sekarang, selain surat menyurat kepada As-Syech Sufyan, Sayyidina Al-Faqih Ra juga berkirim surat kepada As-Syech Taj Al-Arifin Wama’din As-Shodiqin Sa’ad bin Ali Az-Zhofary (wafat di kota Syihr tahun 607 H). Surat Sayyidina Al-Faqih kepada As-Syech Sa’ad Az-Zhofary terdiri dari dua risalah yang terkumpul padanya rahasia ilmu-ilmu Kasyaf Ar-Robbany dan mengandung rahasia-rahasia Ma’nawy yang pelik dan tersembunyi,.Dengan beliau ini Sayyidina Al-Faqih banyak menanyakan Ahwal beliau yang sangat luar biasa, terkadang bagi As-Syech Sa’ad hal yang ditanyakan oleh Sayyidina Al-Faqih sangatlah sulit untuk di terima,walaupun keluarbiasaan (Khawariq Al-Adah) tersebut benar-benar terjadi pada diri Sayyidina Al-Faqih,dan Khawariq Al-Adah adalah sesuatu yang sudah lazim terjadi dikalangan para Wali, tetapi yang terjadi pada diri Sayyidina Al-Faqih sudah melampaui batas tertinggi Ahwalnya para Wali pada zaman itu;salah satunya yang diceritakan oleh Sayyidina Al-Faqih Ra kepada As-Syech Sa’ad bin Ali Az-Zhofary adalah bahwa beliau mi’raj kelangit ke Sidrah Al-Muntaha sebanyak tujuh kali dalam satu malam sampai dua puluh lima kali.

Karena berbagai keistimewaan beliau maka tak salah kalau para pecinta beliau menggubah sebuah syair, yang mengisyaratkan kedudukan Maqam beliau :

“Beliau adalah penghulu bagi seluruh wali sesudah beliau keutamaan beliau tidak diragukan lagi sebagai Khatam Al-Awliya”.

Yang dimaksud dengan kata-kata;“Khatam Al-Awliya’” atau penutup para wali dalam syi’ir diatas bahwa beliau Sayyidina Al-Faqih Ra merupakan pemuka para Wali-wali Allah Jalla Wa’ala sebagaimana kakek beliau Baginda Rasul Allah SAW sebagai penghulu bagi seluruh Nabi dan Rasul, hal ini di-tashihkan oleh Sayyidina Al-Imam Al-Habib Abdurrahman As-Segaff dari Qoul Sayyidina Al-Faqih:

“ Aku diantara para wali, seumpama Nabi Muhammad diantara para Nabi.”

Maqam “Qutb Al-Ghauts Al-Kubra” yang disandang Sayyidina Al-Faqih dalam dunia “Kewalian” seumpama “Kaisar” dalam imperium Romawi dan “Kisra” dalam imperium Persia .

Salah satu guru Sayyidina Al-Faqih Ra yaitu Al-Imam As-Syech Ali bin Ahmad Bamarwan berkomentar;
”Sesungguhnya engkau (Sayyidina Al-Faqih) telah mencapai satu derajat Imamah (kepemimpinan para wali) yang agung”
Dan berkata Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts Al-Habib Abdurrahman As-Segaff;
“Al-Imam Al-Faqih Muqaddam telah mencapai derajat Qutb selama waktu yang panjang”.
Dan telah berkomentar As-Syech Al-Arif Bahrul Ulum Wal Ma’arif Umar bin Salim bin Abu Qarah Ra.;
”Sungguh aku telah mengukur dan menimbang seluruh Maqam para Awliya’ pada zamanku kecuali Maqam Sayyidina Al-Faqih Ra. Yang tidak bisa kuukur karena Maqam beliau melampaui pengetahuanku”.

Lebih lanjut Al-Imam Al-Haddad menyiratkan Maqam Sayyidina Al-Faqih Ra dalam Syi’ir beliau;

“ Awalnya Maqam beliau (Sayyidina Al-Faqih) adalah Puncak dari seluruh Maqam yang bisa dicapai oleh para Wali pada zamannya,maka pikirkanlah bagaimanakah tingginya”

Dari As-Syech Al-Kabir Al-Arif Bahr Al-Ulum Al-Ma’arif Abi Al-‘Abbas Fadl bin Abdullah bin Abi Fadl Ra,beliau berkata;
”Banyak dari manusia mereka telah banyak mendapatkan dari Sayidina Al-Faqih Ra Keberkahan dan kebaikan yang banyak, dan yang paling banyak yang telah mendapatkan Keberkahan tersebut diantaranya adalah; As-Syaikhan Al-Kabiyraan (Dua Syech yang besar), Al-Arifan billah Ta’ala As-Syahiran, As-Syech Abdullah bin Muhammad Abu Ibad dan As-Syech Sa’Id bin Umar bin Lihaf, dua Syech ini dididik oleh Sayidina Al-Faqih Ra.

Diriwayatkan bahwa pernah disebutkan di depan Sayidina Al-Faqih Ra oleh beberapa murid beliau nama dan Kisah beberapa orang Wali besar, seperti As-Syech Agil Al-Munhiy, As-Syech Ma’ruf Al-Karakhiy, As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany, serta As-Syech Hayah bin Qays Al-Harany, maka berkata Sayyidna Al-Faqih Ra;
”Tidak ada Seorangpun diantara mereka yang bisa menyamaiku”
Antara Sayyidina Al-Faqih Ra,As-Syech Abu Madyan Ra,dan As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany Ra
Menurut Al-Imam Al-Habib Muhammad bin Husin Al-Habsyi dalam Kitab beliau; “Al-‘Uqud Al-Lukluiyah” beliau mengatakan:
”Sesungguhnya kepemimpinan para Wali diserahkan dari As-Syech Abdul Qadir Al-Jailaniy kepada As-Syech Abu Madyan Syu’aib Al-Maghriby yang akhirnya Diserahkan kepada Sayyidina Al-Faqih Al-MuqaddamRa”
Sebagian para pemuka Tasawwuf berpendapat bahwa As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany adalah pemimpin para Wali Masyhur sedangkan Sulthan para Wali Mastur adalah Al-Faqih Al-Muqaddam, sedangkan perbandingan jarak derajat masyhur dan mastur tersirat dalam satu Qoul Tasawwuf.


“Sesungguhnya sudah beberapa banyak orang telah masyhur menjadi para wali hanya karena berkah dari satu wali mastur”.

Telah ditanya Al-Imam Al-Haddad Ra (ShohibAr-Ratib) oleh kalangan Ulama’ mengenai Al-Imam Al-Qutb Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan Al-Imam Al-Qutb Ar-Rabbany As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany yang manakah diantara mereka yang lebih utama?.Beliau berkomentar:
“Sesungguhnya mereka berdua adalah tokoh besar kaum sufi dan wali yang agung akan tetapi kami (Bani Alawi) bernisbah dan mendapatkan barokah dan Al-Madad dari penghulu kami Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali lebih besar”.

Sekali waktu As-Syech Muhammad bin Abdullah bin Abu Alwi Al-Makanniy bermujadalah dengan dengan ayahnya, mengenai maqam As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany dan maqam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam, yang manakah diantara mereka yang lebih tinggi, As-Syech Muhammad bersikukuh mengatakan bahwa maqam Sayyidina Al-Faqih lah yang lebih tinggi dari As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany , sedangkan ayahnya mengatakan sebaliknya, akhirnya perselisihan mereka ini ditanyakan kepada Sayyidina Al-Qutb Al-Ghauts Al-Habib Abdurrahman As-Segaff, beliau berkata:
”Tidaklah kami memuliakan seorang Wali pun diatas Sayyidina Al-Faqih Ra, dan setiap maqam Wali itu berubah sesudah wafatnya kecuali maqam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra”

As-Syech Muhyidin Ibn Al-Araby di dalam kitabnya Al-Futuhat mengatakan:
“Syech kami; Abu Madyan di Maghrib (penjuru Barat) dan As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany di Masyriq (penjuru Timur), di dalam memberikan wejangan-wejangan bagi para murid dari kaum Thariqoh dan membimbing makhluk ke jalan Allah”.

Dari Tarbiyah As-Syech Abu Madyan sendiri telah menghasilkan para wali dalam jumlah seribu orang. Menurut As-Syech Abdullah bin As’ad Al-Yafi’iy Ra sebagian ulama’-ulama’ Tasawwuf dari Yaman Ilmu Thariqah mereka bernisbah kepada As-Syech Al-Kabir Al-Arifbillah Abu Madyan Syu’aib Al-Maghribi, kalau Abu Madyan Al-Maghribi adalah Imam para wali dan sufi di penjuru Barat sedangkan As-Syech Abdul Qodir jaelany Imam para wali dan sufi di penjuru Timur.


VIII. KISAH-KISAH KEKERAMATAN SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM RA.

Berkata As-Syech Abdullah Al-Idrus didalam Kitab beliau;”Al-Mawahib Al-Quddusiyah”As-Syech Ibrahim Baharwaz As-Syibamy mengatakan :
”Di Syibam masih disimpan Kitab-kitab yang menceritakan kekeramatan Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra yang berjumlah lebih kurang seratus Riwayat mengenai kekeramatan beliau”

Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam mempunyai Ahklak yang mulia, beliau dengan Ketawadhu’annya membawa sendiri ikan yang beliau beli dari pasar ke rumah beliau, beliau melazimkan Al-Khumul
Kekeramatan Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra sangatlah banyak beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Berzikirnya pohon-pohon dan batu-batu di Wadi An-Nua’ar
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam telah melakukan Riyadhah dan Mujahadah yang sangat luar biasa, dan beliau telah ber-Uzlah di lembah An-Nu’air selama setahun beribadah siang dan malam, pada satu kesempatan anak beliau; As-Syech Ahmad mengikuti beliau ke Wadi An-Nu’air maka tatkala ia sampai di lembah tersebut dia melihat Al-Faqih Muqaddam sedang berzikir Jahr , dilihat oleh As-Syech Ahmad seluruh yang ada di lembah tersebut termasuk seluruh batu-batuan dan pohon-pohonan berzikir mengikuti Al-Faqih Muqaddam lalu pingsanlah anak beliau As-Syech Ahmad yang dikala itu masih muda kemudian ketika dia sadar ayah beliau; Sayyidina Al-Faqih Muqaddam memperingatinya agar jangan mengulangi mengikuti beliau ber-Uzlah di lembah tersebut.


Jalan masuk menuju tempat khalwat Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra di Wadi ‘An-Nu’air

Tempat Khalwat Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

2. Suara dari langit

Sayyidina Al-Faqih Ra didalam Bidayahnya mendengarkan seruan dari langit;

“Wahai Faqih Muhammad bin Ali, tingalkanlah urusan-urusanmu yang bersifat Zhohiriyah, menhadaplah engkau keharibaan kami, kamipun akan menyampaikan dan menolongmu, sesungguhnya kami mempunyai keinginan pada dirimu dan bagimu dari kami ni’mat yang selalalu bertambah, lazimkanlah dirimu selalu ber-tafrid didalam Tauhid, dan ber-Tajrid di dalam Tafrid, kami akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan kami dan kami akan memberikan engkau keutamaan, maka jangan engkau jadikan keinginan kami tersamar dalam keinginanmu, dan jadikan kepada kami awal tujuanmu dan kembalimu, dan jangan engkau alihkan tujuanmu selain kepada kami sesungguhnya kami mempunyai hamba-hamba yang Khusus yang akan kami sampaikan hajat-hajat mereka darimu kepada kami”

3. Keadaan keluarga Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra sepeninggal beliau

Diriwayatkan bahwa As-Syech Al-Kabir Al-Arif billah Ta’ala Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ibad Ra datang ke Tarim sesudah wafatnya Sayyidina Al-Faqih Ra untuk menengok anak-anak Sayyidina Al-Faqih Ra beserta isteri beliau “Ummul Fuqara’ ” Al-Hababah Zainab R.anha, tatkala As-Syech Abdullah telah bertemu dengan Al-Hababah Zainab beliau berkata;
”Bagaimana keadaan kalian sepeningal Sayyidina Al-Faqih Ra?”
Al-Hababah Zainab R.anha menjawab:
”Keadaan kami sepeningal Sayyidina Al-Faqih tidak ada bedanya dengan sebelum beliau (Sayyidina Al-Faqih Ra) wafat, sedangkan keadaan Alwi bersama ayahnya sama sebagaimana pada waktu masa hidupnya, Ilmu dan Rahasia langit bagi kami seperti kami melihat Bumi mendatangi kami pada waktu siang dan malam, sedangkan Alwi datang kepadanya berselang sehari atau dua hari”

Rumah Sayyidina Al-Faqih Ra

4. Air yang naik dengan perintah Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Sayyidina Al-Faqih Ra dalam usia remaja yaitu ketika beliau masih belajar disalah satu Majlis Ta’lim di Masjid Tarim, beliau tertidur pulas ketika telah masuk waktu sholat, padahal bilamana ada siswa yang meninggalkan sholat berjama’ah akan dihukum oleh gurunya, (demikianlah pengajaran ketat di Tarim pada waktu itu yang betujuan untuk mendidik para siswanya untuk mengikuti sunnah-sunnah Rasul Allah SAW) sampai akhirnya para siswa sudah bersiap-siap untuk sholat berjama’ah Sayyidina Al-Faqih Ra masih tertidur, ketika beliau bangun beliau mengisyaratkan dengan tangan beliau kesumur Masjid tiba-tiba air pun naik dengan seizin Allah SWT lalu Sayyidina Al-Faqih Ra berwudhu’ dan tidak ketinggalan sholat berjama’ah.


5. Pembantu Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra yang hilang

Diriwayatkan bahwa Sayyidina Al-Faqih mempunyai seorang pembantu yang bernama “Khuraishoh” Khuraishoh ini sudah lama pergi dan tidak tahu lagi khabarnya hidup atau mati, maka bertanyalah keluarganya kepada Sayyidina Al-Faqih, Sayyidina Al-Faqih Ra kemudian terdiam sejenak lalu beliau mengangkat kepalanya ke langit, kemudian Sayyidina Al-Faqih Ra menjawab;
”Abu Khuraishoh belum mati”
kemudian keluarga Abu Khuraishoh bertanya lagi;
”Bagaimanakah anda mengatakan Abu Khuraishoh belum mati padahal khabar kematiannya sudah menyebar?”, Sayyidina Al-Faqih Ra menjawab;
”Aku telah melihat ke setiap istana yang berada di Syurga, dan Abu Khuraishoh tidak ada disana”
keluarga Abu Khuraishoh bertanya lagi;
”Coba anda lihat di Neraka barangkali Abu Khuraishoh disana?”
Sayyidina Al-Faqih Ra marah lalu berkata;
”Sungguh tidak akan masuk neraka para pembantuku”.
Tak lama berselang Abu Khuraishoh pulang, dan tidak kekurangan sesuatu apapun.

6. Pertolongan dengan Al-Madad dan Barakah dari Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Diceritakan oleh A-Syech Muhammad bin Ali bin Al-Faqih Ahmad bin Abu Alwi R.anhum dari paman beliau A-Syech Muhammad bin Al-Faqih Ahmad Ra beliau bercerita;
”Aku bermusafir dari Zhofar hendak menuju Syihr dengan perbekalan yang kami angkut dengan onta, pada waktu kami telah sampai di Ghizoh yang banyak rusak jalannya, jatuhlah perbekalan kami berantakan diatas gunung, rombongan kamipun merasa cemas terhadap para penduduk Ghizoh, karena mereka seringkali bila ada rombongan Khafilah yang perbekalannya berantakan merekapun merampasnya sampai tidak ada lagi yang tersisa bagi pemiliknya.Para penduduk Ghizoh ketika melihat keadaan rombongan kami yang sedemikian rupa, merekapun berbondong-bondong menaiki kuda mereka, hendak menghampiri kami dengan bertujuan merampas harta benda kami.Ketika itu juga, aku beristighatsah kepada kakekku; Sayyidina Al-Faqih Ra belumlah sempat kuselesaikan Tawasulku, tiba-tiba rombongan kami terangkat diudara dan mendarat disatu lapangan yang agak jauh dari para penduduk seolah-olah ada yang membawa kami dan melemparkan kami, kamipun selamat dan merasa lega, para penduduk Ghizoh pun berlaku baik kepada kami, mereka malahan membanatu kami mengemasi barang-barang,mereka kami beri upah, salah satu dari mereka memberitahu kepada kami, tatkala rombongan kami terangkat di udara,ia berkata;”Ketika aku melihatmu sedang berdo’a dan bertawassul tadi, aku melihat seseorang yang berjubah dan bersorban putih yang terbang dan mengangkat dan memindahkan rombongan kalian dari gunung kelapangan”, aku lalu memberitahukan kepadanya; ”Sungguh aku bilamana sedang tertimpa kesusahan aku beristighatsah kepada kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra dan dengan seizin Allah kesusahannku akan hilang pada saat itu juga”.sekali waktu aku baru sampai dari Habasyah dan aku membawa barang bawaan yang banyak, ketika aku sampai di kota Adn aku merasa bingung karena Amir Adn pada waktu itu suka merampas perbekalan orang asing yang melintas di Adn, lalu akupun bertawassul dan beristighatsah kepada kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra, setelah itu akupunbaru turun dari kapal tatkala aku telah turun kedarat,tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berkta kepadaku;”Bawalah barang-barangmu dan berjalanlah dari arah sana”sambil menunjuk kesatu arah, lalu akupun berjalan diarah yang ia tunjukkan kepadaku,sampai akhirnya sampailah aku dijalan besar di Adn dan selama itu akupun tidak mendapati seseorangpun yang menghentikan perjalananku dan mengambil barang bawaanku sampai akhirnya selamatlah aku sampai ditujuan semuanya itu dengan Rahmat Alllah SWT dan barakah dari kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra”

Diriwayatkan dari As-Syech Al-Arif Billah Alwi bin Ahmad bin Al-Faqih bin Abu Alwi R.anhum beliau berkata;
”Aku bermusafir dengan berombongan dari Hadhramaut salah seorang rombongan adalah As-Sayyid Muhammad bin Ali Al-Khatib R.a ke Yaman maka kamipun berlayar dengan kapal dari pelabuhan di kota Syihr, lalu kamipun berlayar, tapi ketika kami sampai ditengah laut, tiba-tiba ada badai yang menerpa kami yang membuat kapal kami hancur berkeping-keping, akupun berpegangan dengan sekeping kayu, dalam keadaan sedemikian rupa, aku beritighatsah dengan dengan kakekku, As-Syech Al-Faqih Muhammad bin Ali Ra,maka belumlah sempurna kalimatku tiba-tiba ada tali yang ujungnya tidak ada menjulur dari udara kearahku, akupun lalu berpegangan pada tali itu dan tali itu membawaku kedarat dengan selamat, tatkala aku sampai didarat akupun bertemu dengan As-Sayyid Muhammad bin Ali Al-Khatib yang sudah duluan sampai dan selamat kedarat, akupun berkata kepadanya;”Bagaimanakah keadaanmu?”, Ia menjawab;”Segala puji bagi Allah yang telah menggantikan segala musibah kita dengan keamanan”

Diriwayatkan dari As-Sayyid As-Sholeh Muhammad bin Ali bin Umar bin Abu Alwi Ra beliau bercerita;”Pada sekali waktu aku sedang berada di Adn, dan aku ingin melakukan perjalanan ke Hadhramaut dan tidak ada satu kemudahan bagiku untuk melakukan perjalanan ke hadhramaut dan tidak ada satu kapalpun di pelabuhan Adn yang bertujuan ke Syihr, keadaan yang sedemikian tersebut membuat pikiranku menjadi kalut, dan aku merasa takut akan membuat cemas keluargaku di Hadhramaut, pada malamnya aku beristighatsah dengan kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra sampai akhirnya akupun tertidur akupun bermimpi bertemu dengan sepupuku seorang Wali yang besar yaitu As-Syech Muhammad bin Ali (namanya sama tapi bukan Sayyidina Al-Faqih Ra), yang ingin datang menolongiku maka aku berkata padanya, “Kenapa engkau datang aku tidak meinta bantuanmu aku meminta tolong kepada kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra” didalam mimpiku aku melihat serombongan Ba’alawi yang sedang berkumpul, lalu turunlah kepada kami Sayyidina Al-Faqih Ra, beliau berkata;”Aku datang untuk menolongi orang yang meminta pertolonganku di Adn siapa orangnya?” akupun lalu menjawab;”Akulah orangnya wahai kakekku” kemudian akupun lalu terbangun, setelah aku Sholat Shubuh aku lalu pergi menuju ke Pelabuhan, menunggu pertolongan yang dijanjikan oleh Sayyidina Al-Faqih Ra, tak lama aku menunggu kudapati kapal yang baru datang, yang semuanya menuju ke Syihr yang dengan Qudrah-Nya dirapatkan kepelabuhan Adn maka akupun lalu bisa berlayar dengan Rahmat Allah SWT dan Barakah dari kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra.”

7. Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dan kebun kurma yang terbakar

Sayyidina Al-Faqih Ra mempunyai satu kebiasaan, yaitu beliau bilamana pada waktu pagi selalu berkata pada teman-teman beliau;
”Siapakah diantara kalian yang bermimpi semalam?”dan bilamana ada diantara teman-teman Sayyidina Al-Faqih yang bermimpi mereka akan menceritakannya pada Sayyidina Al-Faqih Ra.Pada satu ketika ada seseorang yang sebenarnya berhajat kepada Sayyidina Al-Faqih Ra ynag berkta kepada beliau berpura-pura ia bermimpi katanya;
”Sungguh aku telah bermimpi semalam, seolah Dunia telah kiamat dan seolah-olah ada yang menyeru;”Mana Junaid? Mana Fulan bin fulan ia menyebutkan beberapa Wali”, kemudian sipenyeru ini berseru lagi;”Dimanakah As-Syech Al-Faqih Al-Muqaddam?”ada yang menjawab; ”As-Syech Al-Faqih sedang asyik dengan kurmanya” karena itulah yang membuat Dunia menjadi Kiamat As-Syech Al-Faqih telah lupa mengurus perkara-perkara Allah SWT dan Makhluk—Nya”
maka tatkala Sayyidina Al-Faqih mendengarkan penuturan lelaki tersebut tiba-tiba Sayyidina Al-Fqih beteriak;
”Terbakarlah Kurma!”,
lalu terbakarlah kebun kurma Sayyidina Al-Faqih Ra, lalu berkatalah orang tersebut dengan nada menyesal; ”Sungguh aku telah berbohong agar engkau membagikan kepada kami Kurmamu”Sayyidina Al-Faqih menjawab, “Tidak ada kepentingan bagiku terhadap segala sesuatu yang menjauhkan aku kepada Tuhan-ku walaupun engkau berbohong”.

Tempat kurma Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, semuanya berjumlah 300 buah yang digunakan untuk menampung kurma yang akan dibagikan kepada fakir miskin

8. Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dan Nabi Allah Hud As

Diriwayatkan bahwa Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra berkata;
”Sungguh sekali dalam satu tahun aku tidak berziarah kepada Nabi Allah Hud As, maka ketika aku sedang duduk disatu tempat yang atapnya tinggi tiba-tiba datang kepadaku Nabi Allah Hud As, yang menundukkan kepalanya ketika hendak masuk, tatkala ia telah dekat denganku beliau ia berkata;”Wahai Syech Al-Faqih bilamana engkau tidak berziarah kepada kami, maka kamilah yang akan berziarah kepadamu”aku bertanya kepada beliau;”Wahai Nabi Allah Hud As dari manakah anda tadi?”beliau menjawab;”Aku dari mendatangi anakku Hadun”.

Makam Nabi Allah Hud As

9. Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam dan Nabi Allah Khidir As

Berkata As-Syech Abdurrahman Al-Khatib Ra didalam kitabnya;”Al-Jauhar As-Syafaf”, dan beberapa para pemuka kaum Sufi meriwayatkan juga bahwa telah berkata As-Syech Abdurrahman bin Muhammad As-Segaff Ra;
”Pada satu ketika Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddan Muhammad bin Ali Ra sedang berkumpul bersama para sahabatnya maka datanglah kepada mereka Abu Al-Abbas Nabi Allah Al-Khidhir As dalam rupa seorang Badwi, dan diatas kepalanya membawa Zabid maka tatkala ia mendekati Majlis Sayyidina Al-Faqih Ra mengambil Zabid tersebut dari kepalanya,dan Zabid tersebut dimakan oleh Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra kemudian Nabi Allah Khidhir As pergi, para sahabat Sayyidina Al-Faqih Ra melihat kejadian ini, merasa heran dengan kelakuan Sayyidina Al-Faqih Ra, lalau merekapun bertanya kepada beliau;”Wahai Sayyidina Al-Faqih Ra siapakah orang Badwi tersebut?”Sayyidina Al-Faqih Ra memberitahukan kepada mereka;”Badwi tersebut sebenarnya adalah Abu Al-Abbas Nabi Allah Khidhir As.”

10. Hadirnya Sayyidina Al-Faqih dalam sholat Jenazah

Meriwayatkan As-Syech Sa’id bin Umar Lihaf dari anaknya, Muhammad bahwa beliau berkata; ”Tidaklah kami sholat atas jenazah seorang Muslim kecuali beliau (As-syech Al-FaqihRa), hadir dan ikut Sholat bersama kami padahal beliau telah wafat”, dan telah berkata As-Syech Abdullah bin Muhammad Abu Ibad Ra; ”Tidaklah kami Sholat atas jenazah, kecuali As-Syech Al-Faqih Ra hadir dan ikut sholat bersama kami” ,berkomentar As-Syech Abdurrahman Al-Khatib Ra, ”Sayyidina Al-Faqih Ra mendatangi jenazah mereka, karena Sayyidina Al-Faqih Ra menyayangi kaum Muslimin dan kedatangan beliau dikarenakan untuk memeberikan Syafa’ah Kewilayahan beliau kepada mereka, kalau mereka ditimpa oleh kesusahan, Sayyidina Al-Faqih Ra akan menolongi mereka karena Sayyidina Al-Faqih Ra berakhlak dengan Nama-nama Allah SWT dan dengan Akhlak Baginda rasul Allah SAW,dan telah berfirman Allah SWT kepada Nabi-Nya;”Tidaklah Aku utus engkau wahai Muhammad kecuali agar menjadi Rahmat bagi semesta alam”,seperti itulah keadaan para Nabi dan Awliya’ tidaklah Allah SWT mengutus para Nabi dan mengangkat para Wali, kecuali menjadikan mereka sebagai Rahmat bagi segenap Makhluk-Nya,diriwayatkan bahwa termaktub didalam beberapa Kitab Allah yang diturunkan kepada para Nabi yang terdahulu bahwa berfirman Allah SWT;”Aku adalah Tuhan yang penyayang dan aku tidak menyayangi orang yang yang tidak mempunyai sifat kasih sayang”

11. Mi’rajnya Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Murid Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, yaitu As-Syech Sa’id bin Umar Lihaf selalu menyaksikan Sayyidina Al-Faqih Ra Mi’raj kelangit setiap malam, dan hal ini memang atas perintah Sayyidina Al-Faqih Ra, bilamana beliau melihat sesuatu, maka hal tersebut diberitahaukan kepada Sayyidina Al-Faqih Ra, pada satu ketika Sayyidina Al-Faqih Ra baru turun dari Mi’raj beliau As-Syech Sa’id melihat sesuatu yang berkilau berbentuk bulat melekat dibaju Sayyidina Al-Faqih Ra kemudian diambil oleh As-Syech Sa’id, kemudian diberitahukannya kepada Sayyidina Al-Faqih Ra, Sayyidina Al-Faqih tersenyum dan berkata;

“Wahai Lahif kami mendapatkan yang engkau pegang itu dari langit sedangkan engkau mengambilnya dari bajuku tanpa bersusah payah”

Dari As-Syech Al-Arif billah Fadl bin Abdullah Ra beliau berkata:
”Sesungguhnya onta Sayyidina Al-Faqih Ra mengetahui jalan dilangit sebagaimana jalan di Bumi”.



12. Marahnya Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Telah diriwayatkan bahwa As-Syech Muhammad bin Ustman As-Syamhuniy Az-Zhofary mendatangi anak-anak Sayyidina Al-Faqih Ra setelah Sayyidina Al-Faqih Ra wafat, maka beliau disambut oleh Al-Habib Alwi Al-Ghuyur dan Al-Habib Abdurrahman menjemput As-Syech Muhammad dari luar kota, tatakala mereka telah bertemu berziarahlah mereka bersama-sama ke makam para Wali dan beberapa orang Sholihin, kemudian Al-habib Abdurrahman berpesan kepada saudaranya yaitu;As-Syech Alwi Al-Ghuyur;
”Wahai Alwi aku hendak pulang terlebih dahulu kerumah mempersiapkan jamuan untuk As-Syech Muhammad, sedangkan engkau tunggulah disini temani As-Syech Muhammad”
Kemudian Al-Habib Abdurrahman pulang kerumahnya, dan Al-Habib Alwi menemani As-Syech Muhammad ,setelah Al-Habib Abdurrahman pulang datanglah As-Syech Ibrahim bin Yahya Abu Fadhal Ra, dia berkata kepada Al-Habib Alwi Al-Ghuyur Ra;
”Wahai Alwi aku ingin agar engkau bersedia untuk menyerahkan kepadaku untuk menjamu As-Syech Muhammad”
Al-Habib Alwi Al-Ghuyur mengizinkan As-Syech Ibrahim untuk membawa As-Syech Muhammad, kemudian pulanglah Al-Habib Alwi Al-Ghuyur, ketika Al-Habib Abdurrahman bertemu dengan Al-Habib Alwi sendirian tidak bersama As-Syech Muhmmad bertanyalah Al-Habib Abdurrahman kepada Al-Habib Alwi perihal As-Syech Muhammad, Al-Habib Alwi lalu memberitahukan bahwa As-Syech Muhammad dibawa oleh As-Syech Ibrahim, murkalah Al-Habib Abdurrahman, beliaupun langsung menemui As-Syech Muhammad setelah beliau bertemu dengan As-Syech Muhammad beliaupun menumpahkan segala kekesalannya kepada As-Syech Muhammad karena memenuhi undangan As-Syech Ibrahim dahulu, padahal beliau sudah mempersiapkan jamuan untuk As-Syech Muhammad dirumah beliau, As-Syech Muhammad mengahadapi kekesalan Al-Habib Abdurrahman dengan senyuman dan penuh ketawadhu’an, maka setelah Al-Habib Abdurrahman melihat keluhuran Akhlak As-Syech Muhammad beliaupun menyesali diri beliau yang terlalu mengikuti hawa nafsu, beliaupun pergi ke Masjid dan ber-I’tikaf dan beliau berniat tidak akan keluar dari Masjid sebelum As-Syech Muhammad memaafkan perlakuan beliau terhadap As-Syech Muhammad, tak lama kemudian As-Syech Muhammad mendatangi Al-Habib Abdurrahman dengan muka ketakutan, dan berkata kepada beliau;
”Wahai Abdurrahman urungkanlah niatmu untuk meminta maaf kepadaku, karena aku takut terhadap ayahmu (Sayyidina Al-Faqih) karena beliau tadi telah mendatangiku dalam keadaan marah kepadaku seperti singa dan ia berkata kepadaku;”Wahai Muhammad apakah engkau ingin menghinakan anakku dengan akhlakmu?”
Diriwayatkan bahwa As-Syech Barakwah pergi keTarim bermaksud mengajak penduduk Tarim kepada Mazhab Thariqah yang dianutnya, sesampainya di Tarim ia bermimpi didatangi oleh Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, karena Imam Thariqah penduduk Tarim, adalah Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra.

13. Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dan guru beliau As-Syech Ali Bamarwan Ra

Dalam cerita yang masyhur yaitu kejadian antara Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam dan guru Fiqh beliau As-Syech Ali Bamarwan dikisahkan, bahwa Sayyidina Al-Faqih Ra setelah menerima Khirqah dari As-Syech Abdullah As-Sholeh Al-Maghriby Ra, dijauhi oleh As-Syech Ali Bamarwan dengan maksud agar Sayyidina Al-Faqih menekuni kembali Dunia Fiqh karena As-Syech Ali Bamarwan menginginkan Sayyidina Al-Faqih menjadi Imam bagi para Faqih, sebagaimana yang dikatakannya kepada Sayyidina Al-Faqih;
”Aku menginginkanmu menjadi Imam kami (Ahli Fiqh) sebagaimana Ibnu Fuwraq, sedangkan engkau sekarang mengambil jalan Tasawwuf dan menjauhi kami”
As-Syech Ali Bamarwan tetap menjauhi Sayyidina Al-Faqih sampai akhir hayatnya tatkala As-Syech Ali Bamarwan sakit yang telah parah Sayyidina Al-Faqih Ra sedang berada di ‘Ajz yaitu satu daerah di pedalaman Hadhramaut, jaraknya dari Hadhramaut berkisar setengah hari perjalanan, segera menemui As-Syech Ali Bamarwan tetapi Sayyidina Al-Faqih Ra terlambat dan As-Syech Ali Bamarwan telah wafat dan telah dikebumikan, Sayyidina Al-Faqih lantas beri’tikaf di Masjid , tak lama setelah Sayyidina Al-Faqih Ra beri’tikaf, dengan seizin Allah As-Syech Ali Bamarwan yang telah dikebumikan hidup kembali dan menemui Sayyidina Al-Faqih Ra pada waktu Shubuh, mereka berduapun terlibat percakapan, Sayyidina Al-Faqih Ra bertanya kepada As-Syech Ali Bamarwan;
”Bagaimanakah aku disisi kalian Ahli kubur?”
As-Syech Ali Bamarwan menjawab;
”Kami semua (ahli barzakh) mengharapkan engkau menjadi Imam sebagaimana ahli Dunia memintamu menjadi Imam”
Tatkala mereka sedang bercakap-cakap, tiba-tiba datanglah Hamid (Mu’azzin di Masjid itu) yang hendak melakukan Azan Shubuh iapun menyaksikan kejadian luar biasa tersebut yaitu bertemunya As-Syech Ali Bamarwan yang sudah wafat dengan Sayyidina Al-Faqih Ra, Hamid meminta Do’a kepada mereka berdua, Hamid yang merasa tidak kuat untuk tidak bercerita kepada masyarakat luas meminta izin kepada Sayyidina Al-Faqih Ra agar ia dizinkan untuk memberitahukan kejadian tersebut kepada masyarakat, ia terus meminta izin sampai akhirnya Sayyidina Al-Faqih meminta Hamid agar tidak menceritakan hal tersebut kemasyarakat luas selagi Sayyidina Al-Faqih Ra masih hidup, dan Hamid pun mematuhi permintaan Sayyidina Al-Faqih Ra sehingga pada waktunya, yaitu setelah Sayyidina Al-Faqih Ra meninggal, Hamid yang tidak kuasa lagi menyimpan pengalaman luar biasa yang dia alami menceritakan kejadian tersebut ia berteriak dengan suara lantang kemasyarakat yang sedang menghadiri pemakaman Sayyidina Al-Faqih Ra.

14. Kejadian menjelang Akhir hayatnya Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dan ramalan beliau

Di akhir hayat Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra,beliau mengalami Al-Waridat yang agung sehingga terbukalah bagi beliau rahasia-rahasia Al-Laduniyah dan Al-Wahbiyah, terbentang bagi beliau Asrar Ar-Rabb , sehingga menenggelamkan beliau dalam lautan Shibghah Ar-Rabbany, dan Allah SWT membukakan bagi beliau rahasia-rahasia Malakut dan Jabarut, diselimuti oleh An-Nur Al-Lataif, beliau hanyut dalam hal yang sedemikian rupa selama lebih kurang 100 hari, tidak makan makanan sesuappun dan tidak meminum air barang setegukpun, dalam keadaan beliau yang seperti itu ada seseorang yang berkata kepada beliau membacakan satu ayat;

“Setiap yang bernyawa pasti mati”
Dijawab oleh Sayyidina Al-Faqih;

“Aku tidak mempunyai nyawa(Nafs)”
Kemudian disebutkan lagi satu ayat Al-Qur’an kepada beliau;

“Setiap segala sesuatu itu Fana’”
Dijawab oleh beliau;

“Aku tidak mempunyai ke-Fana’an”
Kemudian disebutkan lagi kepada beliau;

“Segala sesuatu itu akan celaka kecuali zat-Nya”
Dijawab oleh beliau;

“Aku dari cahaya zat-Nya”

Dalam keadaan beliau yang sedemikian rupa beliau selalu menolak makanan yang disuapkan kepada beliau,sehingga pada suatu saat, tatkala makanan telah masuk keperut beliau, terdengarlah satu suara yang didengar oleh orang banyak;
”Kalau kalian semua telah merasa bosan terhadapnya (Sayyidina Al-Faqih) Kami akan menerimanya, kalau kalian meninggalkannya dari makanan dia akan tetap Kami hidupkan”
Didalam satu riwayat dikatakan ketika detik-detik terakhir hayat beliau tatkala beliau hendak disuapi, mata beliau terbuka, dan beliau berkata;
”Apakah kalian telah bosan terhadapku?”
lalu beliaupun wafat.
Sebelum Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra wafat, beliau sempat meramalkan beberapa kejadian yang akan terjadi, beberapa diantaranya adalah:
1. Terbakarnya kota Baghdad dan terbunuhnya Khalifah dikala itu disaat yang sama.
2. Akan terjadinya banjir di Hadhramaut, banjir ini benar-benar terjadi dan menelan korban jiwa sebanyak 400 orang banjir ini dikenal dengan nama “Jahisy”
3. Terjadi juga banjir, yang menimpa kota Baghdad, banjir ini terjadi pada bulan Jumadil Akhir th 654 H, mengakibatkan meluapnya sungai Dajlah sehingga airnya meluap menggenangi kota Baghdad dan sekitarnya, merobohkan rumah Wazir kota Baghdad dan rumah-rumah penduduk, sebanyak lebih kurang 330 rumah dan juga banyak menelan korban jiwa.
4. Terbakarnya Masjid Nabawi diawal bulan Ramadhan th 654 H.
5. Invasi suku Tartar ke Baghdad, satu tragedi besar dalam Dunia Islam, yaitu penyerbuan suku Mongol dibawah pimpinannya Jenghis Khan yang membuat terbunuhnya Khalifah serta pembantaian besar-besaran disertai dengan pembakaran buku-buku Ilmu Pengetahuan yang tidak ternilai harganya semuanya ini terjadi pada bulan Shofar th 654 H.
Semua kejadian diatas terjadi pada th 654 H, satu tahun setelah Sayyidina Al-Faqih wafat, berarti semua kejadian tersebut telah diramalkan oleh beliau lebih kurang setahun sebelum kejadian-kejadian tersebut diatas terjadi.



15. Keberkahan, Al-Madad, dan Al-Asrar yang diturunkan Allah SWT disisi makam Sayyidina
Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Banyak Qoul dari para Wali besar yang mengatakan bahwa pada makam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam banyak diturunkan Rahmat Allah SWT dan disisi makam beliau banyak terdapat kebaikan, berapa banyak orang yang susah yang dilepaskan dari kesusahannya dan berapa banyak orang yang sakit telah sembuh dari penyakitnya dikarenakan Keberkahan dari Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra.Mengenai keberkahan dan kemujaraban yang didapatkan dari ber-Istighatsah dan bertawassul disisi makam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra diceritakan ada seorang lelaki yang matanya bengkak sehingga membuatnya tidak bisa tidur dalam waktu yang lama, ia kemudian pergi kemakam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, selanjutnya ia berkisah:
”Ketika aku telah tiba disisi makam Sayyidina Al-Faqih kuletakkan kepalaku disisi makam beliau kemudian aku tertidur sebentar dan ketika aku bangun bengkak pada mataku telah hilang seketika itu juga”

Makam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Bercerita As-Syech Ahmad bin Muhammad Abu Harmiy :
”Suatu ketika aku ingin keluar untuk berziarah ke kubur para Awliya’ di Zanbal, Tarim, yanng pertama kali kuziarahi adalah kubur para Khutaba’ , ketiaka aku akan membaca Salam kepada para Ahli kubur , tiba-tiba ada dua orang laki-laki yang memegang kedua tanganku disebelah kanan dan sebelah kiriku kemudian mereka mengangkatku diudara dan memindahkan diriku kedepan makam Sayyidina Al-Faqih Ra, kemudian mereka berkata kepadaku:”Kalau engkau hendak berziarah berilah salam terlebih dahulu kepada Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra, kemudian setelah itu barulah engkau boleh berziarah kepada siapa yang engkau ingin ziarahi,hal ini mesti engkau dahulukan walupun kubur orang yang ingin engkau ziarahi jaraknya jauh dari makam Sayyidna Al-Faqih” kemudian aku bertanaya kepada mereka :”Siapakah anda berdua ini?” Kami adalah Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar” kemudian merekapun menghilang.
Menurut para Ahli Arifin, menerangkan bahwa barang siapa yang ingin berziarah kepekuburan “Zanbal” sebelum berziarah kepada Sayyidina Al-Faqih maka batallah ziarahnya.
Seorang Sholihin bercerita;
”Pada satu waktu aku sedang berada disatu tempat yang sangat menakutkan, akupun lalu bertawassul dan beristighatsah dengan beberapa orang Sholih yang kukenal, kemudian akupun tertidur, dan akupun bermimpi ada yang berkata;”Engkau tidur ataupun bangun tidak akan menyelamatkanmu dari kami kecuali Allah SWT, dan As-Syech Muhammad bin Ali Ra “akupun lalu mengadu kepada beliau, dan bertanya siapakah beliau ini? Lalu ada yang berkata;”Beliau adalah dimakamkan di makam ini” akupun lalu melihat dalam mimpiku makam Sayyidina Al-Faqih Ra”.

As-Syech Muhammad bin Abu Bakar Ba’ibad Ra sering berziarah kemakam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra bilamana beliau lewat makam Sayyidina Al-Faqih Ra beliau langsung berziarah walaupun awalnya tidak bertujuan untuk berziarah misalnya hanya kebetulan lewat, keseringan berziarahnya As-syech Muhammad Ba’ibad Ra ke makam Sayyidina Al-Faqih menimbulkan kebingungan dikalangan pengikut beliau,karena beliau sendiri melarang orang untuk berziarah kubur, sehingga ada yang bertanya kepada beliau;
”Kenapa anda selalu berziarah ke makam Sayyidina Al-Faqih? Padahal anda sendiri melarang orang untuk berziarah kekuburan?”
beliau menjawab;
”Bilamana aku melihat makam Sayyidina Al-Faqih, aku tidak kuasa untuk tidak menziarahinya”
Didalam Kitab “Al-Anmuzaj Al-Latif” disebutkan bahwa telah berkata As-Syech Fadl bin Abdullah:
”Sayyidina As-Syech Al-Faqih Muhammad bin Alwi bin As-Syech Ahmad bin Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra beliau berkata:”Tempat duduk yang paling aku cintai didunia ini adalah duduk disisi makam kakekku Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam”
Dan telah bercerita As-Syech Abdullah bin Alwi Ra:”Pada satu ketika aku berada disatu padang rumput dan aku ditimpa demam yang sangat tingi sehingga hampir-hampir membuatku hilang kesadaran dan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa akupun terpikirbahwa hal ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagiakupun lalu mendatangi makam Sayyidina Al-Faqih Ra,kemudian kututup mataku dan kupanjangkan tanganku keatas makam Sayyidina Al-Faqih Ra kemudian aku bertawasshul”Aku meminta kepada Allah SWT dengan keberkahanmu agar dihilangkan-Nya demam panas yang menimpaku” kemudian aku mendengarsuara yang berkata kepadaku;”Kucukupi/kupenuhi” lalu kutarik tanganku dan kubuka mataku,kemudian hilanglah demam dari diriku dan tidak pernah menimpaku lagi”.


16. Do’a Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra bagi keturunan beliau

Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra berdo’a untuk anak keturunan beliau dengan tiga permintaan beliau yang telah di Ijabah oleh Allah Jalla Wa’Ala, do’a Sayyidina Al-Faqih Ra untuk anak keturunannya tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tidak dikenal oleh masyarakat umum (Mastur) dan tidaklah mereka terjun dalam kemasyarkatan kecuali dalam keadaan Faqir dan mencintai kaum fakir miskin.
2. Jangan sampai mereka dikuasai oleh penguasa yang menzhalimi mereka
3. tidak ada yang mati dalam keadaan masih berhajat kepada urusan Duniawinya, yaitu tidak mempunyai hajat Duniawi yang bisa memberikan Mudharat kepada urusan agamanya.